Bengkulu  (ANTARA News) - Sejumlah aktivis lingkungan Bengkulu mendesak pemerintah menghentikan kegiatan salah satu perusahaan lokal yang menambang terumbu karang dan pasir di pesisir Pulau Enggano karena akan mempercepat penenggelaman pulau berpenghuni itu.

"Pengambilan batu karang adalah bencana bagi Pulau Enggano karena pulau itu justru ditopang terumbu karang," kata aktivis Aliansi Masyarakat Sipil Penyelamat Enggano Fery Fadli saat dihubungi dari Bengkulu, Jumat.

Fery bersama belasan aktivis lingkungan menggelar "Tour Enggano" untuk merekam pesona alam pulau terluar itu serta bentuk-bentuk pengrusakan lingkungan yang berpotensi mempercepat penenggelaman pulau yang berada di tengah-tengah Samudera Hindia itu.

Setelah dua hari berada di pulau terluar itu, mereka menemukan pengambilan terumbu karang dan pasir di pesisir Desa Kaana, masih berlangsung.

Padahal, pemerintah daerah melalui Surat Keputusan Kepala Dinas ESDM No. 503.1/1341/ESDM/21.540.5 yang diterbitkan pada Oktober 2015 sudah menghentikan kegiatan penambangan pasir yang dilakukan PT Kalapa Satangkal Makmur Sejahtera.

"Faktanya di lapangan masih terjadi penambangan batu karang dan pasir. Perusahaan itu malah memanfaatkan masyarakat setempat untuk mendapatkan material itu," kata Manajer Program Walhi Bengkulu ini.

Pengambilan batu karang dan pasir tersebut menurut dia digunakan untuk material pembangunan 100 unit rumah transmigran dengan nilai proyek mencapai miliaran.

Padahal, masyarakat dan perangkat pemerintah kecamatan setempat sudah menyepakati material proyek dengan anggaran di atas Rp500 juta harus didatangkan dari luar pulau.

Tujuannya, untuk melindungi pulau seluas 38 ribu hektare itu dari percepatan abrasi dan kerusakan lingkungan yang tidak sesuai dengan daya dukung ekologis pulau tersebut.

"Perusahaan membeli pasir dari masyarakat sebesar Rp160 ribu per truk dan pengambilan pasir itu terjadi tanpa terkendali dan sama sekali tidak ada izin," katanya.

Di lapangan kata Fery, mereka menemukan ada 11 titik lokasi pengambilan pasir di pesisir pantai. Dampak dari aktivitas itu mulai terlihat antara lain rusaknya ekosistem mangrove dan membuat air laut naik ke daratan.

Penambangan pasir tersebut juga mengakibatkan pohon-pohon di pinggiran pantai tumbang. Untuk akses keluar masuknya kendaraan pengangkut karang dan pasir juga berdampak pada kerusakan hutan pantai.

"Sedikitnya ada lima titik akses hutan pantai yang dibuka untuk mengangkut pasir menggunakan mobil," ucapnya.

Padahal lanjutnya, masyarakat adat yang mendiami Pulau Enggano memiliki kearifan lokal melindungi hutan pantai, termasuk ekosistem mangrove karena fungsinya sangat strategis sebagai benteng pertahanan pulau dari terjangan gelombang laut.

Temuan ini kata Fery menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan komitmen pemerintah melindungi pulau-pulau terluar, padahal fungsinya sangat strategis.

Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015