Etika itu kan perintah yang baik dilakukan, sedangkan yang buruk dihindarkan. Pertemuan Novanto dengan Freeport itu jelas dia melanggar kewenangan
Jakarta (ANTARA News) - Aktivis sekaligus budayawan Romo Benny Susetyo mendorong Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) membentuk panel etik untuk segera menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran etika oleh Ketua DPR RI Setya Novanto karena formasi MKD yang saat ini kadung dimasuki unsur politikus jahat.

"Supaya MKD tidak kebobolan unsur jahat terus, harus dibentuk tim etik (panel etik) dengan keberadaan empat unsur masyarakat sipil di dalamnya," ujar Romo Benny dalam Konferensi Pers Para Tokoh dan Koalisi Masyarakat Sipil tentang Dorongan Proses Hukum Terhadap Kasus Setya Novanto di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jumat.

Romo Benny menilai persidangan yang digelar MKD dua hari belakangan lebih mencerminkan pengadilan pidana, ketimbang pengadilan etika.

Dia memandang pembentukan panel etik diperlukan, selain untuk mempercepat proses persidangan secara independen, juga untuk memulihkan nama baik DPR yang menurutnya telah dirusak oleh sejumlah orang dalam MKD.

"Secara etika (Setya Novanto) sudah cukup terbukti (bersalah). Etika itu kan perintah yang baik dilakukan, sedangkan yang buruk dihindarkan. Pertemuan Novanto dengan Freeport itu jelas dia melanggar kewenangan," ujar Benny.

Lebih jauh Benny juga mendorong lembaga penegak hukum, Polri, KPK dan Kejaksaan Agung menelisik ada tidaknya pelanggaran hukum dalam kasus Novanto.

Ketua DPR RI Setya Novanto dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke MKD atas dugaan melanggar kode etik dengan terlibat dalam proses renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Novanto dituding mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden serta disebut-sebut meminta saham dalam proses itu.

MKD sejak Rabu (2/12) telah menggelar persidangan untuk membuktikan dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR RI. Di sisi lain Kejaksaan Agung akan menyelidiki kemungkinan permufakatan jahat dalam kasus ini.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015