Jakarta (ANTARA News) - Perkembangan industri kreatif terancam terhambat aturan larangan domisili usaha di virtual office yang akan berlaku mulai 1 Januari 2016.

Deputi bidang Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif Hari Sungkari di Jakarta, Senin, mengatakan domisili usaha di Virtual Office sangat penting terutama bagi mereka yang berkecimpung di industri kreatif.

Untuk start up dan industri kreatif tidak akan kuat untuk menyewa ruang usaha karena mereka belum punya customer dan belum tentu produknya laku.

"Daripada untuk bayar sewa ruangan, lebih baik mereka gunakan untuk bayar pegawai atau misalnya untuk sewa hosting yang lebih baik. Kalau domisili usaha di Virtual Office dilarang maka bisa mengubur industri kreatif Indonesia," kata Hari.

Baca : Telkom dorong program penciptaan industri kreatif digital

Sementara itu Ketua BPP HIPMI bidang Ekonomi Kreatif Yaser Palito berpendapat surat edaran dari Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI adalah langkah mundur dari Pemda DKI.

"Pengusaha pemula sangat terbantu dengan adanya Virtual Office. UMKM perlu legalitas perusahaan sementara kalau mereka harus sewa ruangan biayanya terlalu besar. Aturan tersebut bisa mematikan UKM dan industri kreatif," kata Yaser.

Surat Edaran Kepala BPTSP Jakarta Nomor 41 tanggal 2 November 2015 menyebutkan surat keterangan domisili badan usaha yang berkantor virtual dapat diterbitkan dengan ketentuan penandatanganan dilakukan paling lama sampai 31 Desember 2015.

Baca : Pulau Rote tak hanya debu dan angin

Otomatis, izin usaha yang menyaratkan adanya domisili usaha seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) tidak akan dapat diterbitkan setelah 1 Januari 2015 bila menggunakan alamat virtual office.

Terkait adanya surat edaran tersebut, Kepala bidang Pembinaan PTSP Jakarta Achmad Giffari mengatakan pihaknya masih menunggu respon dari Kementerian Perdagangan.

Achmad mengungkapkan pihaknya menyurati Kemendag karena menganggap belum ada regulasi yang mengatur virtual office di Indonesia. 

Pewarta: Hanni Sofia Soepardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015