Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Rabu akan membacakan putusan dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto.

Ubedilah Badrun, pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengemukakan ada empat kemungkinan putusan untuk Setya Novanto.

Kemungkinan pertama, kata Ubedilah, MKD memutuskan Setya Novanto tidak melakukan pelanggaran etika seperti yang dituduhkan terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden RI serta permintaan saham. MKD, kemungkinan akan menganggap bukti rekaman dan keterangan saksi tidak meyakinkan dan konten rekaman justru mengarah kepada Riza Chalid yang melakukan pencatutan nama dan permintaan saham. 


"MKD juga belum memiliki keyakinan untuk mengambil keputusan sanksi karena saksi kunci M Riza Chalid tidak bisa hadir di sidang MKD. Keputusan ini akan memunculkan perbedaan pendapat dari anggota MKD dan reaksi publik yang luas," kata Ubedilah Badrun ketika diwawancarai melalui surat elektronik, Rabu.

Kemungkinan kedua, lanjut Ubedilah, MKD memberikan sanksi ringan berupa teguran tertulis bahwa Setya Novanto telah melakukan pelanggaran etik ringan.

"Teguran tertulis ini ditafsirkan MKD sebagai lanjutan atas teguran lisan yang pernah diberikan kepada Setya Novanto dalam kasus pertemuannya dengan Donald Trump beberapa waktu lalu," imbuh Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia itu.

Keputusan memberikan hukuman tertulis bisa menimbulkan reaksi publik karena akan muncul dugaan bahwa teguran tersebut hasil "permufakatan elit politik".

Baca : Minta Ketua DPR mundur, PDIP desak MKD objektif

Kemungkinan ketiga, kata dia, MKD memberikan sanksi sedang dengan pemindahan keanggotaan pada Alat Kelengkapan DPR atau pemberhentian dari jabatan Pimpinan DPR atau Pimpinan Alat Kelengkapan DPR dan diumumkan kepada publik.

"Artinya Setya novanto kehilangan jabatan sebagai Ketua DPR tetapi tidak kehilangan keanggotaanya sebagai anggota DPR. Kemungkinan ketiga ini bisa jadi pilihan yang enak bagi semua pihak dan tidak banyak menimbulkan reaksi publik kecuali dari pihak Setya Novanto sebagai pribadi," jelasnya. 

Baca : Sebagian anggota DPR minta Novanto mundur dari jabatan

Kemungkinan keempat, kata Ubedilah, MKD memutuskan untuk membentuk panel persidangan penting untuk memutuskan sanksi berat kepada Setya Novanto.

"Keputusan ini kemungkinannya kecil dilakukan karena akan menimbulkan kegaduhan yang berkepanjangan dalam beberapa bulan mendatang dan hal ini tidak diinginkan oleh Presiden Jokowi," ujar Ubedilah Badrun.

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015