Menyatakan terdakwa Tripeni Irianto Putro terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan kepada terakwa Tripeni Irianto Putro dengan penjara 2 tahun ditambah pidana denda Rp200 juta,
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Tripeni Irianto Putro divonis 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima 5.000 dolar Singapura dan 15.000 dolar AS terkait kasus yang ditanganinya.

"Menyatakan terdakwa Tripeni Irianto Putro terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan kepada terakwa Tripeni Irianto Putro dengan penjara 2 tahun ditambah pidana denda Rp200 juta, apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan 2 bulan," kata ketua majelis hakim Saiful Arif dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta Tripeni divonis 4 tahun penjara dikurangi selama terdakwa dalam tahanan ditambah denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 huruf c UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Mengingat KPK sudah menetapkan terdakwa sebagai justice collaborator maka hakim dapat memilih pidana paling ringan dengan tetap memperhatikan rasa keadilan masyarakat dan menyimpangi pidana minimal pasal 12 huruf c UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP," tambah hakim Saiful.

Ancaman pidana paling singkat dalam pasal tersebut adalah 4 tahun dan paling lama 20 tahun, ditambah pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Majelis hakim yang terdiri dari Saiful Arif, Tito Suhud, Ibnu Basuki Widodo, Alexander Marwata dan Ugo itu juga memerintahkan jaksa penuntut umum KPK membuka blokir rekening Tripeni.

"Majelis menilai cukup beralasan membuka blokir rekening terdakwa Tripeni Irianto Putro karena terdakwa tidak bertambah kaya dan uang juga belum digunakan dan sudah disita oleh penyidik," jelas hakim.

Pemberian uang itu diberikan dalam 3 tahapan yaitu pada 29 April 2015 sebesar 5.000 dolar Singapura, 5 Mei 2015 sebesar 10.000 dolar AS dan 9 Juli 2015 sebesar 5.000 dolar AS. Dua pemberian awal tersebut diberikan langsung oleh OC Kaligis dengan permintaan untuk memberikan bantuan sedangkan permintaan kedua diberikan oleh anak buah Kaligis, Moh Yagari Bhastara Guntur alias Gary.

OC Kaligis juga sebenarnya datang pada 2 Juli 2015 dan meminta agar permohonannya dimasukkan dalam wewenang pengadilan PTUN sesuai pasal 21 UU No 30 tahun 2014 dan menyerahkan uang ke Tripeni, namun Tripeni menolak sehingga Kaligis harus meminta Gary untuk bertemu dengan dua anggota majelis hakim yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi untuk menyampaikan paparan pertimbangan dari OC Kaligis yaitu menghendaki agar putusan sesuai dengan petitum yaitu surat perintah penyelidikan Kepala Kejati Sumut dan surat panggilan permintaan keterangan Kejati Sumut dinyatakan tidak sah serta meminta adanya pengawasan internal lebih dulu.

Pada 4 Juli 2015, Dermawan dan Amir menghadap Tripeni untuk musyawarah majelis hakim. Pada pertemuan itu, Dermawan menyampaikan pertemuannya dengan Gary yang meminta bantuan. Tripeni pun mengatakan bahwa Gary meminta bantuannya sehingga diputuskan gugatan dikabulkan sebagian yaitu pembatalan surat permintaan keterangan dan Dermawan Ginting ditunjuk untuk membuat konsep putusan.

Selanjutnya pada 5 Juli 2015 bertempat di halaman kantor PTUN Medan, Gary yang ditemani oleh OC Kaligis dan Yurinda Tri Achyuni alias Indah (meski keduanya tetap di dalam mobil) menyerahkan uang kepada Dermawan dan Amir di dalam amplop yang masing-masing bernilai 5.000 dolar AS.

Sehingga pada Selasa, 7 Juli 2015 pukul 11.00 WIB, majelis hakim memutuskan mengabulkan permohonan pemohon sebagian yaitu menyatakan adanya unsur penyalahgunaan wewenang dalam surat permintaan keterangan mantan Kabiro Keuangan Pemerintah provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis, menyatakan tidak sah keputusan permintaan keterangan Fuad dan menghukum Kejati Sumut untuk membayar perkara sebesar Rp269 ribu.

Atas vonis itu, Tripeni menyatakan menerima.

"Setelah berkonsultasi dengan beliau, beliau menyatakan menerima," kata pengacara Tripeni.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015