Bangkok (ANTARA News) - Polisi Thailand mengatakan, Senin, mereka akan mengajukan tuntutan terhadap 11 aktivis yang mencoba menggelar aksi protes tanpa izin terkait dugaan korupsi dalam pembangunan taman oleh militer.

Dugaan penyelewengan dana dalam pembangunan taman tersebut masih terus bergulir.

Belasan pelajar aktivis ditangkap pada 7 Desember saat mencoba memprotes dugaan korupsi oleh militer, setelah kereta yang mereka tumpangi dihentikan.

Polisi dan tentara menahan para pelajar itu sebelum mereka sempat menggelar aksi di luar Taman Rajabhakti bernilai miliaran dolar AS, Taman itu dibangun di kota wisata tepi pantai Hua Hin di selatan Bangkok dan didedikasikan untuk kerajaan.

Namun, para pelajar itu kemudian dilepaskan.

Taman tersebut menjadi pusat dugaan korupsi dan penyalahgunaan dana yang mengancam melibatkan junta yang berkuasa.

Hasil pengusutan oleh pihak militer tidak menemukan adanya korupsi, namun tuduhan penyelewengan tersebut masih tetap bergulir di kalangan kelompok oposisi dan media. Skandal tersebut menjadi duri dalam pemerintahan junta selama berminggu-minggu, dan mengancam stabilitas di negara tersebut.

Juru bicara kepolisian Mayjen Pol. Piyaphand Pingmuang mengatakan polisi memanggil kelompok itu setelah junta, atau Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban, mengajukan tuntutan.

"Mereka akan didakwa dan kami akan mengusutnya," kata Piyaphand kepada wartawan. "Mereka bisa meminta jaminan namun jika permohonan itu tidak dikabulkan, mereka akan ditahan."

Sejak mengambil alih kekuasaan tahun lalu, junta membatasi kebebasan berbicara serta berkumpul, dan semakin mempersulit setelah mendapat kritikan.

Isu mengenai taman itu serta pengusutan atas sekelompok orang yang diduga menghina kerajaan muncul ketika junta tengah mengatasi kasus-kasus penghinaan keluarga kerajaan, dan mencatat lonjakan jumlah penuntutan terkait kasus ini sejak kudeta 2014.

Di saat bersamaan, pihak militer juga tengah berjuang untuk memulihkan perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara itu.

"Junta menggunakan hukum sebagai alat untuk tujuan politik," kata Anon Nampha, pengacara hak asasi manusia yang merupakan satu dari 11 orang yang dipanggil.

"Apa yang kami lakukan adalah untuk menyoroti kasus korupsi dan kami akan terus melakukannya karena ini hak kami - tujuan kami bukan politik," katanya, seperti dilaporkan Reuters.

Polisi mengatakan para pegiat itu berhak mengabaikan panggilan itu dua kali, dan surat perintah penangkapan akan dikeluarkan jika mereka tidak muncul setelah panggilan ketiga.

(Uu.S022)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015