Jakarta (ANTARA News) - Tampil di hadapan penonton asing di negeri asalnya menjadi pengalaman tersendiri bagi siapapun, termasuk para seniman dari Teater Keliling, yang salah satunya pendirinya adalah Rudolf Puspa.

Namun, selain mengapresiasi kreativitas seniman Indonesia, para penonton asing, ternyata menyimpan sebuah tanya, "Mengapa teater Indonesia tidak bisa menjulang ke dunia?".

Hal inilah yang dialami para seniman Teater Keliling saat Oktober lalu, tampil di Jugendkulturzentrum PUMPE, Berlin Pertunjukkan bertajuk "Behind the Masks" itu dibawakan secara non verbal itu mengisahkan kekuatan cinta yang muncul di antara dua kekuatan yang kontras, perempuan yang agresif-perkasa dan laki-laki yang melankolis-pesimistis, serta berbagai cobaan yang menghadangnya.

"(Saat tampil di Jerman) Mereka (penonton) terkejut. "Kalian punya satu bahasa kesenian yang sangat kaya, sangat kuat. Kenapa enggak bisa menjulang ke dunia?," tutur Rudolf kepada ANTARA News di Jakarta, belum lama ini.

Bahasa kesenian, kata dia, mengekspresikan kehidupan manusia, baik itu dengan sesama manusia maupun lingkungan, diucapkan melalui ekspresi kesenian yang kita miliki, yakni dari budaya kita sendiri. Memasukkan unsur bahasa daerah, misalnya.

Menurut Rudolf, selain tak ada biaya, belum ada yang bisa memfasilitasi seniman tampil di berbagai festival antar negara ditenggarai menjadi penyebab kondisi ini. "Menurut saya, penyebabnya, enggak punya duit.

Karena banyak sekali kita ikut festival, bahkan antar negara, sampai kita di sana kita akan menang tetapi tidak jadi menang, karena tidak mewakili bangsa, tetapi hanya grup. Enggak bisa dinilai. Karena kami berangkat sendiri, bukan berangkat atas nama negara," tutur dia seraya tertawa.

Teater Keliling berdiri sejak 13 Februari 1974. Selama 41 tahun terus berkeliling dari Sabang sampai Merauke dan 11 negara di dunia dengan mementaskan ratusan pertunjukkan demi menebarkan rasa cinta tanah air pada generasi mudanya.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015