Jenewa (ANTARA News) - Lebih dari satu juta migran dan pengungsi menyeberangi Laut Mediterania menuju Eropa pada 2015, hampir setengah dari mereka warga Suriah, kata badan pengungsi PBB (UNHCR), Rabu.

Jumlah itu menandai peningkatan hampir lima kali lipat lebih dari jumlah pada 2014 ketika UNHCR mencatat 219 ribu kedatangan melalui penyeberangan laut yang berbahaya.

"Sebagian besar dari mereka yang berusaha untuk melakukan penyeberangan berbahaya ini membutuhkan perlindungan internasional," kata lembaga itu.

Pergerakan besar orang tahun ini terjadi di Eropa, sebagian besar dari mereka mencari perlindungan dari konflik, telah memicu perpecahan mendalam di antara para pemimpin Uni Eropa tentang bagaimana cara menangani kedatangan para pengungsi itu.

Secara total, 1.000.573 orang mencoba melalui Mediterania sejak 1 Januari, sementara 3.735 orang yang mencoba melakukan perjalanan itu meninggal atau hilang, kata badan PBB tersebut.

Yunani adalah negara dengan jumlah pendatang terbanyak yaitu 844.176 kedatangan, yang diikuti oleh Italia, di posisi kedua dengan 152.700 migran mendarat di pantainya.

Angka-angka itu menggarisbawahi dampak yang sangat besar dimana perang sipil Suriah yang telah berlangsung selama hampir lima tahun telah mengubah pola migrasi.

Konflik telah memaksa lebih dari empat juta orang untuk meninggalkan negara itu, tapi sampai tahun ini, mayoritas dari mereka menyebar di antara negara tetangga Suriah.

Sementara itu Jordania, Lebanon dan Turki terus menjadi tuan rumah sejumlah besar warga Suriah yang mengungsi akibat perang, namun data PBB menunjukkan bahwa sejak musim semi semakin besar warga Suriah mencoba untuk mencapai Eropa.

Pada bulan Juni, lebih dari 50 ribu orang menyeberangi laut, jumlah itu meningkat menjadi hingga lebih dari 150 ribu pada bulan September, dan mencapai puncak pada Oktober dengan rekor 218 ribu orang.

Setelah Suriah, Afghanistan adalah kelompok terbesar kedua dengan 21 persen migran tahun ini, yang diikuti oleh warga Irak dengan jumlah delapan persen dan Eritrea berada di posisi empat.

Migran lainnya berasal di Pakistan, Nigeria, Somalia, Sudan, Gambia dan Mali, namun dalam jumlah yang relatif kecil.

Sementara itu, meningkatnya retorika anti-migran terus terjadi di Eropa, dengan Presiden Ceko Milos Zeman menyebut gelombang pengungsi saat ini sebagai "invasi terorganisir" dalam sambutannya pada akhir pekan.

Hongaria juga telah mengambil sikap garis keras pada migran.

Pekan lalu, UNHCR dan Dewan Eropa menuduh Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban menggambarkan mereka yang melarikan diri dari konflik sebagai "penjahat, penjajah dan teroris atas dasar agama dan asal mereka," demikian AFP.

(G003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015