Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah terus melakukan pengawasan terkait produksi dan peredaran mushaf Alquran.

Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMA) Kementerian Agama selalu mengingatkan penerbit dan percetakan mushaf Alquran agar tak mengalahkan kesucian kitab suci demi mengejar kepentingan bisnis.

“Bisnis tidak boleh menggerus etika apalagi melanggar aturan,” kata Pjs Kepala LPMA Kementerian Agama Muchlis M Hanafi sehubungan dengan masih ditemukannya terompet yang berbahan sisa hasil percetakan mushaf Alquran, dalam siaran pers Kemenag, Kamis.

Muchlis mendukung penindakan hukum yang tegas terhadap pelaku penyalahgunaan sisa hasil percetakan mushaf Alquran bila terbukti ada unsur pidana. Di sisi lain, pihaknya siap terus bekerja sama dengan tokoh agama untuk memberikan edukasi terhadap pelaku bisnis maupun masyarakat tentang etika dan aturan memperlakukan mushaf Alquran.

“Segala hal yang terkait dengan kitab suci umat beragama sangat sensitif. Karenanya, perlu diatur agar tidak disalahgunakan,” ujarnya.

Menurut Muchlis, Kementerian Agama telah mengatur mekanisme pengawasan terhadap penerbitan Alquran. Dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 1 Tahun 1957 Pasal 5 Ayat 1 disebutkan, sisa bahan-bahan Alquran yang tidak dipergunakan lagi hendaklah dibakar untuk menjaga agar jangan disalahgunakan untuk bungkusan dan lain-lain. 

Kalaupun tak dibakar, bahan-bahan sisa produksi yang rawan disalahgunakan, misalnya kertas reject dan platmaster, bisa didaur ulang dengan bantuan teknologi. Namun, tujuan dan proses daur ulang itu harus tetap memperhatikan hukum fikih.

Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengimbau masyarakat agar tidak menggunakan limbah sisa cetakan kitab suci yang tak terpakai. Ia juga mengintruksikan jajarannya agar memperketat pengawasan terhadap penerbit dan percetakan semua kitab suci.   

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015