Kami tentu saja menyambut baik hibah pemerintah Indonesia itu."
Kairo (ANTARA News) - Jumat, 30 Oktober 2014, yang notabene di pengujung masa jabatannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, secara simbolis meresmikan Asrama Mahasiswa Universtas Al Azhar di Kairo, Mesir, sebagai bantuan Pemerintah Republik Indonesia.

Namun, asrama empat gedung senila Rp54 miliar dan berkapasitas daya tampung 1.200 mahasiswa itu hingga kini masih belum juga dihuni.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo, Dr. Fahmy Lukman, kepada ANTARA News mengakui bahwa penyelesaian gedung asrama itu relatif cukup menyita waktu, walau kini sudah siap dihuni.

"Gedung asrama ketika diresmikan Presiden SBY sebetulnya sudah selesai, hanya tinggal finishing. Jadi, tidak ada masalah. Kini tinggal penyerahan kunci asrama oleh Dubes RI di Kairo kepada Syeikh Agung Al Azhar," ujarnya.

Fahmy Lukam, yang baru saja dipromosikan untuk berpindah tugas sebagai Atdikbud di KBRI Manila, Filipina, setelah tiga tahun berbakti di Negeri Seribu Menara tersebut mengemukakan bahwa tidak ada kendala lagi untuk penyerahan kunci asrama mahasiswa tersebut.

Ia mengharapkan, penyerahan kunci dan hunian asrama dapat dilakukan pada tahun ini.

Presiden SBY meresmikan asrama mahasiswa itu di halaman Masjid Baiturrahim, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, seusai Shalat Jumat.

Acara peresmian itu kala itu dihadiri Wakil Presiden Boediono dan sejumlah menteri, antara lain Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Menlu Marty Natalegawa, Mensos Salim Segaf Al-Jufri, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman, dan kalangan Duta Besar negara sahabat dari Mesir dan Timur Tengah.

Mohammad Nuh ketika itu menjelaskan bahwa pembangunan asrama itu merupakan hibah dari pemerintah Indonesia dengan payung hukum Keputusan Presiden (Keppres) atas persetujuan DPR RI.

Fahmy Lukman menjelaskan, setiap gedung asrama terdiri atas enam lantai, masing-masing lantai berisi 15 kamar, sedangkan lantai dasarnya tersedia ruang kantor, perpustakaan, ruang belajar, dan ruang komputer.

Empat gedung asrama yang terletak di dalam kampus baru Universitas Al Azhar di Distrik Hay Sadis, Nasr City, Kairo Timur, itu memiliki 75 kamar.

"Perlengkapan kamar yang diperlukan, seperti tempat tidur, meja belajar, dan sarana lainnya sudah terpenuhi sesuai dengan sisa anggaran yang tersedia," kata Fahmy.

Disebutkannya, dapur umum juga sudah rampung, begitu pula kelengkapan peralatan dapur sudah dilengkapi sesuai dengan kebutuhannya, termasuk sarana untuk penyimpanan bahan makanan.

Setahun sebelum peresmian, Presiden SBY sempat meninjau pembangunannya saat kunjungan muhibah ke Universitas Al Azhar di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Kairo di awal 2013 pada masa Presiden Mohamed Moursi.

Pembangunan asrama yang dilaksanakan oleh Kontraktor Al Muqawilun Al Arab, badan usaha milik negara di Mesir, itu dimulai sejak tiga tahun silam yang diawali dengan peletakan batu pertama oleh Rektor Universitas Al Azhar, Osama Al Abed, dan Duta Besar RI, Nurfazi Suwandi, pada 15 Februari 2012.

Sebelumnya, ia mengemukakan, direncanakan empat gedung di Kampus Al itu merupakan tahap awal dari 18 gedung, namun belakangan hari beberapa negara lainnya menawarkan diri membantu pengadaan asrama.

Persis di samping empat gedung bantuan Indonesia itu, dibangun pula beberapa gedung baru.

"Itu bantuan dari Pemerintah Uni Emirat Arab," kata Ammar Abdel Hamid, anggota pengawas proyek pembangunan asrama.

Asrama tersebut diproyeksikan tidak hanya dihuni mahasiswa Indonesia, tetapi juga mahasiswa Mesir sesuai dengan nota persepahaman (MOU) yang ditandatangi pemerintah Indonesia melalui KBRI Kairo dan pihak Al Azhar, yaitu 50 persen mahasiswa Indonesia dan 50 persen mahasiswa Mesir.

"Model asrama dengan komposisi seperti ini tujuannya untuk pembauran antara mahasiswa Indonesia dan mahasiswa setempat, terutama agar dapat mempercepat kemampuan berbahasa Arab," ujar Fahmy.

Menurut dia, pembauran untuk perkuat kemampuan bahasa ini penting karena berdasarkan data hasil uji tahun 2014 dan 2015 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan berbahasa Arab mahasiswa asal Indonesia masih sangat perlu ditingkatkan lagi di Darul Lughah Al Azhar sebelum ke jenjang kuliah.

Adapun mahasiswa Mesir yang akan ditempatkan di asrama adalah hasil seleksi yang terbaik, dan jika memungkinkan mahasiwa tingkat akhir atau kalangan asisten dosen, katanya.

Selain mengasah kemampuan bahasa, komposisi penghuni asrama seperti itu diharapkan terjadi "networking" yang erat di antara mahasiswa Mesir dan Indonesia.

"Hubungan antara kedua anak bangsa dipererat tidak hanya sebatas pendidikan, tetapi juga masing-masing diharapkan dapat mempromosikan kebudayaan, kesenian, dan adat kebiasaan luhur kedua negara," katanya.

Untuk promosi budaya dimaksud, di lantai dasar salah satu gedung disediakan ruang untuk sarana kebudayaan Indonesia sehingga di ruang tersebut dapat menjadi etalase Indonesia sebagai sarana promosi tentang Indonesia.

Jumlah mahasiswa Indonesia di universitas Islam tertua di dunia itu saat ini tercatat sekitar 3.100 orang.

Selain kuliah di Al Azhar Kairo, mahasiswa Indonesia juga tersebar di cabang-cabang Al Azhar di beberapa kota provinsi, seperti Mansoura, Tanta, Zakazik, Alexandria, Sharm El Sheukh, dan Tafahna.

Pembangunan asrama itu dirintis sejak Duta Besar RI untuk Mesir Bachtiar Aly (2002--2005), berlanjut kepada Dubes A.M. Fachir (2007--2011), dan Dubes Nurfaizi Suwandi (2012 sampai dengan sekarang).

Pencairan bantuan itu terlaksana di akhir 2010 pada masa Dubes Fachir. Namun, pelaksanaan pembangunannya tertunda akibat revolusi malanda Mesir di awal 2011 yang menumbangkan rezim Presiden Hosni Mubarak digantikan Mousri, yang 2013 jatuh dari kursinya dan kini diduduki Abdul Fatah Al Sisi.

Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir ketika itu, Amrizal Batubara, menyambut hangat dan bangga atas bantuan Pemerintah RI.

"Kami semua mahasiswa Indonesia berterima kasih kepada Presiden SBY, DPR, Dubes Nurfaizi Suwandi, dan Atase Pendidikan KBRI Kairo Fahmy Lukman atas upayanya untuk pengadaan asrama mahasiswa ini," kata Amrizal.

Sambutan hangat serupa disampaikan Faridah Ulfah, mahasiswi asal Manado.

"Kami tentu saja menyambut baik hibah pemerintah Indonesia itu. Namun, kami mahasiswa mengharapkan agar pemerintah juga perlu memberikan beasiswa karena banyak dari kami sangat membutuhkannya," tutur Faridah Ulfah, mahasiswi program S-2 itu.

Dubes Nurfaizi dalam laporan kronologi pembangunan asrama itu menjelaskan bahwa banyak alasan mengapa pembangunan asrama mahasiswa Indonesia itu mendesak dilakukan.

Menurut mantan Kapolda Metro Jaya tersebut, sejauh ini hanya sekitar 15 persen mahasiswa Indonesia dapat tinggal di asrama yang disediakan Universitas Al Azhar. Adapun sisanya tinggal di luar asrama yang lokasinya jauh dari kampus untuk mendapatkan harga sewa yang relatif murah.

"Berada di kawasan yang sepi, kumuh, dan rawan kejahatan mengakibatkan sering terjadinya gangguan sosial dan keamanan," katanya.

Selain itu, menurut dia, untuk menghemat biaya sewa rumah, biasanya mahasiswa Indonesia dari provinsi yang sama menempati satu tempat tinggal sehingga menyempitkan pergaulan di antara mahasiswa, baik dari Mesir maupun negara lainnya.

"Akibatnya, hal ini menghambat kemajuan mereka dalam pergaulan dan bertutur bahasa Arab. Bahkan, mereka menjadi tidak percaya diri untuk bergaul dan berkawan dengan mahasiswa asing lain," kata Nurfaizi.

Ditambahkannya, misi utama lain dari bantuan pembangunan asrama ini juga sebagai bentuk penghargaan pemerintah rakyat Indonesia kepada Mesir, khususnya Al Azhar yang telah memberikan perhatian besar bagi mahasiswa Indonesia.

"Asrama baru bantuan Indonesia itu sangat ditunggu-tunggu mahasiswa," kata Rauf Laiwoi, mahasiswa Al Azhar asal Ternate, Maluku Utara.

Oleh Munawar S. Makyanie
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016