Ramallah (ANTARA News) - Para pejabat Palestina pada Senin (4/1) menuduh Israel meningkatkan kebijakannya mengenai hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina untuk mengakhiri gelombang ketegangan yang meletus di wilayah Palestina sejak Oktober.

Tuduhan para pejabat Palestina itu disampaikan setelah otoritas Israel pada Senin pagi mengusir dua keluarga Palestina dari Jerusalem Timur setelah menutup rumah mereka dengan semen dan menghancurkan dinding rumah mereka.

Para saksi mata di Jerusalem Timur mengatakan kepada kantor berita Xinhua bahwa polisi Israel dengan paksa mengusir keluarga dua warga Palestina yang tewas dalam serangan yang mereka lancarkan terhadap Israel dua bulan lalu.

Kedua rumah tersebut berada di Permukiman Jabal Al-Mukaber di bagian tenggara Jerusalem.

Saksi mata tersebut mengatakan pasukan polisi mengepung kedua rumah di permukiman itu lalu memasuki kedua rumah, menghancurkan dinding bagian dalam lalu menutup pintu dan jendelanya dengan semen.

Salah satu dari kedua orang Palestina itu ditembak hingga tewas oleh polisi Israel ketika ia mengendarai mobilnya dan menabrakkannya ke satu orang Israel serta menewaskan dia pada 15 Oktober.

Warga Palestina lainnya tewas setelah ia melepaskan tembakan ke satu bus Israel di Jerusalem dan menewaskan tiga orang Israel.

Pihak Israel masih menahan jenazah keduanya dan menolak menyerahkannya ke keluarga mereka.

Para pejabat Palestina mengatakan penutupan rumah kedua orang itu dan penahanan jenazah anak mereka jelas merupakan penghukuman kolektif.

"Israel menghukum keluarga yang hanya satu anggotanya terlibat dalam serangan dan ini jelas pelanggaran terhadap semua hukum internasional," kata Ahmed Ar-Ruweidi, yang bertugas dalam urusan Jerusalem di Kepresidenan Palestina. Ia menyebut Israel rasis dan mengungkapkan wajah terorisnya.

Ia menyatakan mengapa Israel tidak menghancurkan atau menyegel rumah pemukim Yahudi yang terlibat dalam pembunuhan orang Palestina yang tak berdosa, utamanya merujuk kepada keluarga Dawabsha, yang tiga anggota keluarganya meninggal dalam pembakaran oleh pemukim Yahuni beberapa bulan lalu.

Segera setelah meletusnya gelombang ketegangan pada awal Oktober, Pemerintah Israel menyetujui kebijakan penghancuran rumah orang Palestina yang melancarkan serangan terhadap Israel.

Jerusalem Center for Social and Economic Rights (JCSER) mendokumentasikan dan memantau penghancuran delapan rumah orang Palestina di Jerusalem Timur dan lebih dari 15 rumah di Tepi Barat Sungai Jordan sebab anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut terlibat dalam serangan terhadap orang Israel.

"Semua penghancuran rumah ini dilakukan sebagai satu jenis hukuman terhadap keluarga," kata Direktur JCSER Ziad Hamouri kepada kantor berita Xinhua.

Hamouri menambahkan otoritas Israel telah mengeluarkan surat perintah penghancuran rumah-rumah di Tepi Barat dan Jerusalem Timur itu.

Ia mengatakan, "Itu dikategorikan sebagai hukuman kolektif terhadap seluruh keluarga yang hanya satu anaknya terlibat melakukan serangan terhadap Israel" dan menambahkan "Ini bertolak belakang dengan hukum Israel," katanya.

Selama gelombang ketegangan di antara kedua pihak sebanyak 144 warga Palestina, termasuk 27 anak dan tujuh perempuan, tewas menurut data Kementerian Kesehatan Palestina.

Sementara Israel menyatakan bahwa 27 warganya tewas dan sekitar 400 lainnya terluka.(Uu.C003)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016