Bogor (ANTARA News) - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, mengoptimalkan pengolahan sampah berbasis masyarakat melalui program bank sampah, dan tempat pengolahan sampah terpadu 3R, untuk mengatasi permasalahan persampahan.

"Pengolahan sampah berbasis masyarakat memang perlu dioptimalkan, agar permasalahan sampah ini dapat diatasi dan tidak menjadi persoalan," kata Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, Selasa.

Bima mengatakan, tahun ini dirinya akan mengirimkan 10 orang petugas dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta BPLH untuk berangkat ke Hiroshima, Jepang mendapatkan pelatihan cara pengolahan sampah.

"Bantuan yang diberikan Hiroshima dalam pengolahan sampah ini berupa pembuatan rencana induk penanganan sampah, dan peningkatan kapasitas. Kita akan kirim 10 orang petugas DKP dan BPLH untuk mengikuti pembekalan di Hiroshima," katanya.

Ia mengatakan, selain memperbanyak TPST 3R di setiap kelurahan bahkan rukun tetangga. Pemerintah Kota Bogor juga membutuhkan mesin pencacah di setiap pasar tradisional untuk mengolah sampah yang dihasilkan oleh pedagang di pasar.

"Minimal satu pasar ada dua mesin pencacah, karena jumlah produksi sampah pasar lebih banyak dibanding lainnya," katanya.

Terkait persoalan penghadangan truk sampah milik Pemerintah Kota Bogor yang dilakukan oleh ormas dan warga di sekitar TPAS Galuga, menurut Bima telah dibicarakan dan dicarikan solusi bersama. Namun, dari lima poin keberatan warga, salah satu poin yakni truk sampah hanya boleh melintas malam hari, sedang dilakukan pembicaraan ulang.

"Kalau sampah cuma boleh dikirim malam, kita tidak bisa. Karena produksi sampah setiap hari jumlahnya berapa, harus terangkut setiap saat, kalau cuma boleh malam, akan terjadi penumpukan," katanya.

Ia mengatakan, lima poin yang menjadi tuntutan warga adalah, pengelolaan sampah berwawasan lingkungan, relokasi, waktu pembuangan sampah mulai jam 19.00 WIB, truk tidak boleh berhenti di perjalanan menuju TPA Galuga, dan segala kegiatan akan melibatkan Sekretariat Bersama 11 Ormas.

"Untuk lingkungan, kita sudah upayakan pengolahan sampah di TPA Galuga mengarah pada sanitary landfill, tidak lagi open dumping seperti saat ini," kata Bima.

Bima mengatakan, Pemerintah Kota Bogor telah memperpanjang kontrak penggunaan TPA Galuga dengan Pemerintah Kabupaten Bogor selama lima tahun. MoU telah ditandatangani pada 31 Desember 2015 lalu.

"Kontraknya sewaktu-waktu bisa dikaji ulang, sampai TPA Nambo beroperasi dalam waktu dua sampai tiga tahun ini. Karena kita akan pindah TPA Nambo. Karena itu kita tidak bisa membangun fisik di TPA Galuga, karena perjanjian kerja sama sudah kadaluarsa," kata Bima.

Solusi lain untuk pengolahan sampah di Kota Bogor, lanjut Bima adalah mengadaptasi pengelolaan sampah di Makassar dan Bandung, yang melibatkan Muspida turun merapikan sampah.

"Kita akan jajaki formula ini, persoalannya kita kekurangan personel. Tetapi, saya sudah berbicara dengan Dandim, dan ia siap untuk melibatkan personelnya bila diperlukan," kata Bima.

Sementara itu, Kepala DKP, Irwan Riyanto mengatakan, masalah sampah menjadi program prioritas Pemerintah Kota Bogor yang tertuang dalam RPJMD 2015-2019, selain untuk menciptakan Bogor yang bersih juga untuk meraih Adipura.

Dikatakannya selama ini TPA Galuga menjadi pembuangan akhir sampah yang dihasilkan masyarakat, industri, dan pasar dari Kota Bogor.

Program TPST 3R dan bank sampah lanjutnya, menjadi salah satu solusi mengurangi jumlah timbunan sampah di TPA dan juga meminimalisir anggaran yang dikeluarkan untuk membuang sampah di TPA.

Selain itu, pengolahan sampah 3R berbasis masyarakat atau TPST dan bank sampah diyakini mampu mengurangi beban pembuangan sampah ke TPA. Saat ini tercatat sudah ada 14 TPST 3R yang terbentuk di Kota Bogor, jumlah tersebut akan terus bertambah.

"Partisipasi bank sampah dan pengolahan 3R dapat mengurangi sampah yang dibuang ke TPA sebesar 13 persen," katanya.

Dikatakannya data terakhir jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Bogor per hari sebesar 2.400 meter kubik, 1.700 meter kubik diangkut oleh truk ke TPA, sisanya 700 meter kubik yang belum terangkut.

"Dari 700 meter kubik itu, 13 persen atau sekitar 80 meter kubik diolah di bank sampah dan 3R berbasis masyarakat," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016