Singaraja (ANTARA News) - Yayasan Pelestarian Budaya Bali Utara (YPBBU), Kabupaten Buleleng, Bali menyebutkan bahwa beberapa wayang klasik Bali bagian utara justru kini berada dan bermukim di Belanda sejak ratusan tahun silam.

"Kami hanya memiliki peninggalan berupa foto saja dan itupun diberikan pihak Belanda," kata Made Parwija, salah satu petugas Museum Buleleng milik YPBBU, Sabtu.

Ia mengatakan, beberapa koleksi sejenis foto-foto wayang khas buatan masyarakat Buleleng di masa silam konon sejak zaman penjajahan koleksi-koleksi terkumpul hanya sebatas foto saja selama ini.

"Kami disini cuma diberi minta fotonya saja dan yang memasang di sini orang Belanda langsung dan katanya foto ini supaya ada bukti, kalau peninggalan asli milik Buleleng ada di Belanda. Selain foto, ada lukisan dan benda-benda bersejarah," paparnya.

Sayangnya, selain foto beragam jenis benda-benda bersejarah minim sentuhan perawatan.

Museum Buleleng berada dalam satu lingkungan dan berdampingan dengan UPTD Gedong Kirtya, serta kalangan terbuka Sasana Budaya.

Lokasinya yang strategis di tengah-tengah Kota Singaraja, sejatinya memiliki potensi terpendam dan lama belum terjamah perbaikan oleh pihak yayasan pengelola.

Ia memaparkan, sedikitnya ada 37 jenis benda bersejarah di zaman Paleolitikum dan Megalitikum di museum tersebut dan beberapa benda diantaranya sejenis patung sederhana, kapak penatak, kapak berimbas, periuk, serpih, pecahan gerabah, beliung, pahat genggam, gelang perunggu, tojok perunggu, pentagona, nekara, manik-manik.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa MPd mengatakan, pihaknya tidak menampik ada foto dan lukisan asli Buleleng telah disimpan di museum di Belanda.

"Ada salah satu guru besar dari salah satu Universitas di Belanda dan menunjukan kepada saya ada banyak lukisan-lukisan asal Buleleng tersimpan di Belanda dan kami ditunjukan langsung melalui laptopnya, dan konon lukisan berusia cukup lama di masa jaman pemerintahan Belanda," ujar Suyasa.

Pewarta: Andi Purnomo dan Rhismawati
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016