Baghdad (ANTARA News) - Perdana Menteri Irak Haider Al-Abadi mengatakan sekitar 60 persen serangan dalam perang melawan kelompok ISIS dilancarkan oleh Angkatan Udara Irak.

Dalam pidatonya saat upacara Hari Polisi pada Sabtu (9/1), Abadi mengatakan, "selama setahun terakhir, Angkatan Udara Irak memerangi Daesh (nama ISIS dalam Bahasa Arab) dan pilot kita mempertaruhkan hidup, dan saya bisa katakan barangkali 60 persen serangan dilancarkan oleh Angkatan Udara Irak, tapi sekitar 40 persen serangan kita perlu pesawat koalisi (yang dipimpin oleh Washington) bekerja sama dengan kita."

Pernyataan Abadi tersebut disampaikan setelah pasukan keamanan Irak mencapai sukses pada penghujung Desember, ketika tentara merebut kembali Kota Ramadi, ibu kota provinsi terbesar Irak, Anbar, dari ISIS.

Abadi juga mengatakan Irak masih memerlukan bantuan asing dalam persenjataan, pelatihan dan tameng udara tapi bukan kehadiran tentara asing, serta menyeru kembali negara tetangganya Turki untuk menarik tentara dari Irak Utara.

"Daesh menguasai sebagian tanah Irak, tapi itu tidak memberi pembenaran bagi negara manapun untuk melanggar kedaulatan Irak. Negara-negara ini harus mendukung kami, bukan melawan kami. Mereka harus membantu kami (memerangi ISIS) dan bukan menghambat kami," kata Abadi dalam upacara yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi negara, Iraqiya.

"Ini adalah ajakan tulus kepada tetangga kami, Turki, untuk menarik pasukannya dari Irak, dan kami tidak akan mengizinkan tentara Turki berada di tanah Irak untuk alasan apa pun," kata Abadi.

"Kami akan menjalankan segala upaya dalam kerangka hukum internasional untuk membuat mereka pergi." ia menambahkan.

Krisis antara dua negara bertetangga tersebut terjadi awal Desember, ketika Turki mengerahkan tentara tambahan dilengkapi kendaraan lapis baja ke satu kamp pelatihan di Daerah Bashiqa, dekat Kota Mosul, dan mengklaim pengerahan balabantuan militer itu ditujukan untuk melatih petempur paramiliter memerangi ISIS berdasarkan kesepakatan bilateral.

Mosul, ibu kota Provinsi Nineveh, telah berada dalam kekuasaan ISIS sejak Juni 2014.

Seperti dilansir kantor berita Xinhua, Baghdad berkeras bahwa tentara Turki tidak memiliki izin dari Pemerintah Irak dan karenanya menuntut penarikan tentara Turki, sementara Ankara menyatakan pengiriman tentara tersebut adalah rotasi rutin pelatih militer. (Uu.C003)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016