Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kecewa dengan jawaban yang diberikan Otoritas Maritim Panama (PMA) terkait surat yang dilayangkan mengenai kapal MV Hai Fa yang berbendera Panama.

"Surat balasan dari PMA tidak menjawab apa yang menjadi permintaan dan menunjukkan Pemerintah Panama tidak effectively exercise its jurisdiction and control (tidak efektif menegakan hukum dan pengawasan) terhadap kapal MV Hai Fa," kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB telah mengirimkan surat kepada PMA yang intinya mempertanyakan pelasanaan kewajiban "due diligence" Republik Panama sebagai negara yang benderanya dikibarkan oleh kapal MV Hai Fa.

Namun berdasarkan surat balasan PMA tertanggal 13 November 2015 dan diterima Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 26 November 2015, PMA menyatakan bahwa Pemerintah Panama akan melakukan pemeriksaan terhadap kapal MV Hai Fa.

Apabila ditemukan pelanggaran yang dilakukan MV Hai Fa, maka pemerintah Panama, sebagaimana terdapat dalam surat balasan dari PMA, akan menderegistrasi atau menghapus kapal MV Hai Fa dari daftar kapal negara Panama.

Karena jawaban tersebut dinilai Menteri Susi tidak memuaskan, maka dirinya mempertimbangkan untuk membawa perkara itu ke Mahkamah Internasional Hukum Laut (ITLOS) untuk meminta pertanggungjawaban Panama selaku negara bendera ("flag state") dari MV Hai Fa.

Sebelumnya, Susi Pudjiastuti menyatakan telah melaporkan kapal MV Hai Fa, yang diawaki warga Tiongkok dan kembali ke negara asalnya setelah divonis denda karena membawa ikan ilegal, ke Interpol.

"Kami sudah melaporkan Hai Fa kepada Interpol," katanya kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, 15 Juni 2015.

Menurut Susi, kapal tersebut seharusnya tetap dinyatakan bersalah karena menyalahi sejumlah regulasi pelayaran internasional.

Pengadilan Tinggi Maluku telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Ambon terkait kasus kapal MV Hai Fa dengan memvonis denda terhadap nakhoda kapal tersebut senilai Rp200 juta.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016