Jakarta (ANTARA News) - Kongres Wanita Indonesia (Kowani) mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggesa pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pembantu Rumah Tangga (PRT).

"RUU PRT yang sudah diperjuangkan sejak 12 tahun yang lalu, tapi hingga saat ni belum terusik sama sekali oleh DPR," ujar Giwo usai perayaan Natal Bersama Kowani di Jakarta, Selasa.

Padahal saat ini sudah diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang mana para pekerja domestik yang berasal dari negara lain sudah dibekali dengan perangkat hukum.

"Di Afrika saja yang terkenal dengan perbudakan sudah ada UU PRT, di Indonesia malah belum ada," keluh dia.

Dengan disegerakan dibahas dan kemudian disahkannya RUU tersebut, maka akan melindungi dari sisi pekerja dan juga majikannya. Kowani yang beranggotakan 53,1 juta perempuan itu menaruh perhatian serius karena 80 persen anggotanya adalah pengguna jasa PRT.

"Keberadaan PRT sangat dibutuhkan, tetapi perlindungan terhadap para PRT sangat minim. Padahal PRT merupakan kelompok pekerja lemah dan mudah dilemahkan."

Berbagai persoalan yang dihadapi oleh PRT diantaranya adalah upah rendah, ketiadaan standar jam kerja, ketiadaan jaminan sosial, asuransi kesehatan, kekerasan fisik serta seksual, pembatasan kebebasan dan akses untuk mendapatkan informasi, serta ketiadaan organisasi PRT.

Oleh karena itu, Kowani mendesak RUU masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016, agar Indonesia memiliki instrumen hukum positif yang memberikan perlindungan terhadap PRT.

Kowani juga merekomendasikan beberapa hal penting yakni seluruh elemen bangsa wajib memberikan perlindungan optimal bagi perempuan baik PRT maupun pengguna jasa PRT, pemerintah dan pemerintah daerah perlu memastikan PRT maupun pengguna jasa PRT mendapatkan jaminan keselamatan dan kenyamanan, pemerintah perlu meningkatkan kompetensi PRT, serta pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis untuk perlindungan PRT.

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016