Jakarta (ANTARA News) - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menjelaskan usulan amandemen konstitusi saat ini ada prosedurnya dan harus melalui proses pengkajian oleh Tim Kajian MPR RI.

"Usulan amandemen saat ini konsepnya harus jelas. Pasal yang diusulkan untuk diamandemen juga harus jelas, sehingga tidak rancu," kata Zulkifli Hasan ketika menerima delegasi Pimpinan Pusat (PP) Muahmmadiyah, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan didampingi para wakil ketua yakni, EE Mangindaan, Oesman Sapta, Mahyudin, serta para ketua fraksi yakni Johhn Pierris (DPD), Sunmanjaya (FPKS), Fadholi (FNasdem),
Ahmad Basarah (FPDIP), Anna Muawanah (PKB).

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, didampingi sejumlah ketua Muhammadiyah antara lain para ketua yakni, Anwar Abbas, Busyro Muqqoddas, Muhadjir Effendy, Suyatno, serta Abdul Muti
(sekretaris umum), dan Marpuji Ali (Bendahara).

Menurut Zulkifli, pada awal reformasi, usulan amandemen konstitusi yakni UUD 1945 dapat diusulkan secara terbuka.

"Dampaknya pada proses amandemen, ada tambahan usulan amandemen terhada pasal-pasal lainnya, sehingga jumlah pasal dan ayah di UUD NRI 1945 bertambah jauh lebih banyak," tuturnya.

Sementara itu, PP Muhammadiyah mengusulkan agar MPR RI melakukan amandemen terbatas konstitusi guna mengembalikan posisi MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara, dan menghidupkan kembali garis-garis besar haluan negara (GBHN).

"Muhammadiyah mencermati arah perkembangan bangsa sejak era  reformasi, adanya distorsi demokrasi, salah satunya posisi dan kewenangan MPR RI," ujar Haedar Nashir.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016