Sidoarjo (ANTARA News) - Aksi blokade (penutupan) oleh warga Perum Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) I yang menjadi korban luapan lumpur Lapindo Brantas Inc sejak Kamis (22/2) di lima titik "pintu keluar-masuk" Sidoarjo, Jumat sore akhirnya dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian gabungan dari Polda Jatim. Informasi yang dihimpun ANTARA News menyebutkan, jalan Raya Porong dan pintu masuk tol Porong merupakan titik (lokasi) terakhir yang dibubarkan paksa, setelah sebelumnya, Jumat siang, tiga lokasi di pintu tol Sidoarjo, Bundaran Waru, Bundaran Aloha Waru dan rel KA di Tanggulangin juga dibubarkan. Sebelum dibubarkan, pihak keamanan mengadakan negosiasi dengan warga. Ada tawaran dari Kapolres Sidoarjo AKBP Utomo Heru Cahyono kepada warga, yakni untuk setiap satu jam, 15 kendaraan besar yang terjebak kemacetan di ruas jalan tol boleh berjalan. Namun, tawaran itu ditolak oleh warga. Karena tidak ada kata sepakat, polisi akhirnya memaksa kendaraan besar berjalan pelan-pelan menembus blokade warga di tengah jalan Raya Porong. Warga pun kemudian mengalah dengan meminggirkan semua penghalang di jalan Raya Porong. Warga sebagian pulang ke tempat penampungan Pasar Baru Porong, tetapi ada yang bertahan di bawah jembatan over pas tol Porong. Menurut Kapolres Sidoarjo AKBP Utomo Heru Cahyono kepada wartawan, pembubaran secara paksa ini dilakukan hanya semata-mata demi kendaraan yang terjebak. "Mereka ini butuh makan. Sudah dua hari ini mereka tidak pulang. Kalau terus-terusan di sini apa jadinya," tambahnya menegaskan. Dengan dibubarkannya aksi blokade warga korban lumpur ini, jalur tol kembali berjalan normal. Sementara, kondisi lalu lintas di jalan Raya Porong mulai berangsur normal, meski merambat padat. Aksi blokade warga Perum TAS I ini, karena mereka kecewa dan menolak ganti rugi dalam bentuk resettlement (relokasi). Mereka meminta ganti rugi berupa cash and carry seperti ganti rugi yang diberikan kepada warga empat desa (Siring, Jatirejo, Renokenongo dan Mindi), yang sudah terendam lumpur Lapindo. Warga empat desa itu mendapat ganti rugi sebesar Rp2,5 juta per M2 (tanah dan bangunan), Rp1 juta setiap M2 (pekarangan) dan Rp250 ribu per M2 (sawah/ladang).(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007