Jakarta (ANTARA News) Koalisi LSM Human Rights Working Group menganggap upaya deradikalisasi di Indonesia perlu ditinjau lebih mendalam, terkait salah satu pelaku teror bom di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, yang diketahui seorang residivis.

"Program deradikalisasi kita bagaimana? Buktinya salah satu pelaku kan mantan terpidana, artinya program deradikalisasi kita tidak jalan atau bisa dikatakan gagal," ujar Direktur Eksekutif HRWG, Rafendi Djamin, di Jakarta, Selasa.

Selain program deradikalisasi, kerja sama intelijen antarlembaga keamanan seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Polri, TNI, dan kejaksaan juga perlu diperkuat agar lebih efektif dalam menghadapi tindakan teror.

Masyarakat, kata dia, perlu disiapkan agar sadar dan waspada terhadap segala hal mencurigakan yang berpotensi menuju tindakan teror.

Sejauh ini, tanggapan masyarakat yang menyatakan bahwa mereka tidak takut tindakan terorisme merupakan sesuatu yang positif, namun harus tetap diikuti dengan kewaspadaan terhadap teror.

"Atinya masyarakat harus tahu bahwa teror harus ditanggapi serius, bukan malah menghampiri bahaya atau ramai-ramai berfoto 'selfie'," kata dia.

Dia juga menilai revisi undang-undang tentang terorisme belum diperlukan karena yang paling penting saat ini yakni pembenahan program deradikalisasi dan kerja sama antarlembaga keamanan baik nasional maupun internasional.

"Kita harusnya malu bahwa teror kemarin tepat menyerang jantung Indonesia yaitu Jakarta. Ini juga menjadi sebuah pelajaran bahwa program deradikalisasi harus ditinjau terus," katanya.

Saat ini, pemerintah dan para pimpinan lembaga negara sedang membicarakan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme dan UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, menyusul aksi teror di kawasan Sarinah yang menewaskan delapan orang dan melukai 26 orang lainnya, Kamis lalu.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016