Jakarta (ANTARA News) - Ada pelajaran penting yang bisa dipetik dari karya sineas Australia untuk diaplikasikan oleh para pembuat film Tanah Air, kata sutradara Joko Anwar. 

Joko berpendapat pembuat film Australia berani mencoba membuat karya berbeda dari tipikal film Hollywood atau Eropa. 

"Sineas Australia mencoba bertahan membuat tren, jadi trendsetter," kata Joko dalam konferensi pers Festival Film Australia Indonesia 2016 di Jakarta, Rabu. 

Hal itu terjadi khususnya pada era 80-90an ketika mereka berusaha mencari pasar sendiri dengan menciptakan hal berbeda. 

"Muncullah sineas yang unik, seperti George Miller 'Mad Max' yang push the boundaries,  membuat film dengan stuntwork genuine," kata Joko, menambahkan hal itu juga belakangan diadopsi di Hollywood.

Menurut Joko, sebagian besar sineas Indonesia masih menjadi pengikut tren meski ada segelintir yang berusaha lepas dari arusutama dan menciptakan pasar sendiri, misalnya The Mo Brothers, Edwin, Kamila Andini dan Mouly Surya.

Film Australia bukan tontonan asing bagi sutradara "A Copy of My Mind" itu. Joko mengaku tumbuh besar dengan film-film Australia, salah satu yang membekas di hatinya adalah "Strictly Ballroom" dari Baz Luhrmann.

"Ada satu line jadi motto hidup sampai sekarang, 'A life lived in fear is a life half lived'," ujar Joko yang filmnya pernah diputar di Australia, yakni "Janji Joni" di Festival Film Sydney dan "Modus Anomali" di Festival Film Internasional Melbourne. 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016