... sejak 2012, Indonesia tak lagi mengirimkan TKI ke Suriah...
Kairo (ANTARA News) - Kedutaan Besar Indonesia di Damaskus membantah pernyataan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid, terkait keterlibatan TKI dalam ISIS.

"Sepanjang catatan kami hingga hari ini (22/1), tidak ditemukan TKI atau tenaga kerja wanita di Suriah bekerja pada simpatisan atau aktivis ISIS," kata Kepala Pelaksana Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya Kedutaan Besar Indonesia di Damaskus, AM Sidqi, dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Kairo, Jumat.

Bantahan Sidqi itu disampaikan untuk mengklarifikasi pernyataan Wahid yang mengatakan, "Banyak TKI di Suriah bekerja kepada simpatisan dan aktivis ISIS".

Menurut Sidqi, sejak 2012, Indonesia tak lagi mengirimkan TKI ke Suriah.

Pemerintah, ujarnya, telah menerapkan moratorium pengiriman TKI/PLRT ke Suriah terhitung mulai 5 September 2011 melalui SK Dirjen Binapenta Kemenakertrans nomor KEP 157/PPTK/VIII/2011 tertanggal 9 Agustus 2011.

Moratorium tersebut kemudian diperkuat SK Menteri Tenaga Kerja Nomor 260/2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.

"Sejak penerapan moratorium 2011 dimaksud, TKI yang dikirim ke Suriah dinyatakan sebagai korban perdagangan manusia atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)," kata Sidqi.

Wahid, pada sisi lain, tidak memiliki data pasti, namun mensinyalir, "Sekitar sepuluh TKI di Suriah yang berpikiran miring dan sudah condong ke ISIS.

Sidqi meminta data BNP2TKI mengenai sepuluh TKI terlibat ISIS itu disampaikan kepada perwakilan Indonesia di Damaskus itu untuk diteliti lebih lanjut.

Saat ini TKW bermasalah, korban TPPO tercatat 56 orang yang sedang ditampung sementara di tempat penampungan di KBRI Damaskus.

"Jumlah tersebut terus bertambah setiap harinya akibat pengiriman TKW secara ilegal dari Indonesia masih terus berlangsung," ujarnya.

Kedutaan Besar Indonesia di Damaskus juga mengklarifikasi pernyataan Wahid tentang pemulangan TKI bermasalah saat ini melalui Beirut, Lebanon.

"Sejak Oktober 2015, kami merepatriasi langsung via Bandara Damaskus. Hingga saat ini, repatriasi langsung via Bandara Damaskus telah diselenggarakan sebanyak lima gelombang, yang selalu dilaporkan ke Pusat, termasuk ke BNP2TKI," ujar Sidqi.

Selain itu, Kedutaan Besar Indonesia di Damaskus juga mengklarifikasi istilah "deportasi" yang digunakan Wahid, yang disebutnya hampir 600 TKI ke Indonesia dan semuanya diberi penyuluhan oleh BNP2TKI.

"Istilah resmi yang digunakan adalah repatriasi atau pemulangan WNI ke Tanah Airnya), bukan deportasi yang bermakna pengusiran sebagai hukuman," papar Sidqi.

Ditegaskan dia, istilah deportasi tidak tepat, karena Kedutaan Besar Indonesia di Damaskus terus memperjuangkan pengurusan dan pembayaran izin keluar dari Surah (exit permit) bagi para TKI repatrian, yang biayanya ditanggung pemerintah.

Adapun warga asing yang dideportasi, semua pembiayaan sepenuhnya ditanggung negara yang mendeportasi.

Sejak program repatriasi pada 2011, Kedutaan Besar Indonesia di Damaskus telah memulangkan sebanyak 12.905 WNI dari Suriah, baik melalui Lebanon dan Yordania, dalam 270 gelombang.

Adapun pada 2015, repatrian berjumlah 606 WNI/TKI yang direpatriasi langsung melalui Bandara Damaskus.

WNI repatriasi itu biasanya ditampung sementara di penampungan Kedutaan Besar Indonesia di Damaskus sebelum dipulangkan ke Tanah Air.

"Selama di penampungan, kami melibatkan mahasiswa Indonesia setempat untuk menyelenggarakan program pembinaan berupa pengajian, belajar bacaan ejaan Arab (iqro), kelas bahasa Inggris, Arab dan olahraga," kata Sidqi. 

Pewarta: Munawar Makyanie
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016