Jakarta (ANTARA News) - Malam Minggu dan lagu-lagu pop nelangsa ala Banda Neira, rasanya bukan komposisi yang mujarab kecuali Anda seseorang yang masih berstatus tanpa pasangan. 

Tapi anggapan itu tidak berlaku pada Sabtu 30 Januari, saat  100-an orang pemegang tiket mendatangi PGP Cafe yang berletak di Rempoa, Jakarta Selatan, demi menghadiri acara yang oleh penyelenggaranya disebut sebagai "Pesta Rilis Kecil-Kecilan".

Bersama pasangan atau rekan-rekannya masing-masing, mereka membaur menjadi penikmat Banda Neira, band yang akan meluncurkan album terbaru"Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti".

Album tersebut merupakan album penuh kedua band yang digawangi Ananda Badudu (vokal, gitar, terompet) dan Rara Sekar (vokal, xylophone, piano) setelah "Berjalan Lebih Jauh" (2013), atau secara keseluruhan album keempat setelah mini album "Paruh Waktu" (2012) dan album konser "Kita Sama-Sama Suka Hujan" (2015).

15 lagu dipadatkan ke dalam dua keping cakram, yang 100 pasang pertamanya akan dikirim kepada 100 orang pemegang tiket acara rilis tersebut pada pertengahan Februari 2016 mendatang.

Setelah menyampaikan salam pembuka singkat, Banda Neira memulai pentas malam itu dengan memainkan "Matahari Pagi", salah satu nomor dari album baru yang sudah kerap ditampilkan dalam berbagai kesempatan, disebar lewat akun media berbagi musik Souncloud mereka, bahkan dibuatkan video klip resminya di akun media berbagi video Youtube mereka.

Selepasnya, Ananda dan Rara, bercerita tentang konsep acara pesta rilis tersebut. Ruangan yang mungil dengan daya tampung hanya sekira 100 orang saja, sesuai jumlah lembaran tiket yang mereka jual, itupun sebagian besar penonton duduk bersimpuh di lantai menikmati lantunan lagu-lagu Banda Neira yang tampil di atas "panggung" yang hampir tak berjarak dengan penonton kecuali dipisahkan beberapa properti petunjukan termasuk keyboard Rara.

Keduanya juga menyatakan kerinduan tampil dalam situasi seperti itu, ruang yang hampir tak berjarak dengan penonton, yang kata mereka sudah jarang sekali dilakukan dalam beberapa waktu belakangan.

"Konsepnya memang pesta rilis kecil-kecilan," kata Rara.

Lalu keduanya menyambung dengan nomor "Esok Pasti Jumpa (Kau Keluhkan)" dari album penuh pertama mereka, sebelum bercerita tentang karakteristik album kedua yang diluncurkan memiliki perbedaan dibanding pendahulunya.

Setengah berkelakar Rara mengungkapkan bahwa dari 15 lagu yang mereka ciptakan dalam rentang waktu tiga tahun lamanya itu dibagi dalam dua cakram yang secara mudah diperuntukkan untuk penikmat Banda Neira berusia kurang dari 25 tahun pada cakram pertama dan di atas 25 tahun di cakram kedua.

Secara berurutan kemudian mereka membawakan beberapa lagu termasuk "Sebagai Kawan", musikalisasi puisi "Rindu" karya Subagyo Sastrowardoyo, "Di Atas Kapal kertas", "Pelukis Langit", "Di Beranda" dan "Senja Di Jakarta", sebagai lini tampil paruh pertama pentas.

Di sela-sela di antaranya, mereka menceritakan banyak hal termasuk proses rekaman yang berlangsung di dua kota, Denpasar dan Bantul.

Selain itu, tersampaikan juga sebuah kabar kurang mengenakkan, Rara, akan pergi dari tanah air dalam waktu yang sangat dekat ke Selandia Baru untuk melanjutkan studinya.

"Ini panggung terakhir Banda Neira, sebab selepas ini Rara harus melanjutkan studinya ke Selandia Baru," kata Ananda.

Berpisah tanpa gundah
Meski disampaikan di sela-sela beberapa nomor di awal pentas, kabar perpisahan itu seolah baru sampai dan mengubah atmosfer pentas pada paruh kedua. Saat Rara dan Ananda kembali ke panggung, atmosfer mendadak menjadi sangat sendu seolah persiapan momen perpisahan dengan Rara.

Simak saat nomor "Langit & Laut" dan musikalisasi puisi "Derai-Derai Cemara" milik Chairil Anwar seolah terus mengikis keriaan suasana pesta rilis "Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti".

Tak banyak percakapan antar penonton. Semua seolah sibuk dengan pikirannya masing-masing, menyiapkan diri menghadapi kenyataan bila pentas ini berakhir maka mereka tidak tahu kapan lagi bisa menyaksikan penampilan langsung Banda Neira, setidaknya dalam waktu dekat.

Atmosfer itu terus menggelayut hingga tanpa terasa Ananda dan Rara telah memainkan nomor pamungkas dalam daftar main mereka yang disampaikan dalam pentas tersebut, "Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti".

Suasana perpisahan, seolah dihindari. Hingga meski sudah memainkan lagu terakhir Ananda dan Rara terus mengajak penonton berinteraksi, hingga mereka meminta keduanya memainkan sebuah lagu encore.

Sebuah sahutan terdengar meminta mereka membawakan lagu "Sebelah Mata" milik Efek Rumah Kaca, yang disusul sebuah kegagalan Ananda memainkan lagu itu -mungkin secara sengaja- demi meminta Cholil Mahmud, vokalis ERK yang turut hadir dalam acara tersebut, untuk naik panggung.

Seketika seisi ruangan menjadi koor meneriakkan nama Cholil, memintanya untuk tampil bersama Banda Neira. Tapi Cholil bergeming tak beranjak dari tempat duduknya. Pilihan yang tepat, karena setidaknya ia tidak "mencuri" panggung terakhir Banda Neira dari para penggemarnya.

Gagal merayu Cholil ke panggung, Rara dan Ananda, akhirnya mengaku bahwa mereka sudah menyiapkan sebuah lagu untuk penampilan encore, versi remix dari "Di Atas Kapal Kertas".

Dengan memainkannya diiringi kerlap kerlip lampu ala klub malam dan penyampaian yang kurang sukses hingga lebih menjelma sebagai sesuatu yang jenaka dan mengundang tawa, Banda Neira seolah ingin mengakhiri malam itu dengan cara yang riuh dan jauh dari gundah. 

Lewat itu mereka mungkin berharap setiap orang kembali ke rumah masing-masing dengan sisa tawa dan keriaan menyambut datangnya album "Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti". Keriaan dan tawa yang sama juga yang mengantarkan salam perpisahan dengan Rara yang akan segera bertolak ke Selandia Baru, meninggalkan Banda Neira sampai waktu yang belum ditentukan.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016