"Saya usulkan pemerintah lebih baik membeli saham McMoran saja langsung daripada membeli saham PT Freeport Indonesia sebanyak 10,64 persen itu," kata Ramson di Kompleks Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa.
Pilihan membeli saham perusahaan induk Freeport tersebut, menurut Ramson, dikarenakan lebih menguntungkan daripada membeli saham PT Freeport Indonesia yang beroperasi di Papua.
"Lebih menguntungkan jika membeli saham McMoran, yang tadi pagi saya pantau memiliki nilai 5 miliar dolar AS. Jika melihat kesitu kita jadi bertanya-tanya harga yang ditawarkan Freeport Indonesia ini apakah akal-akalan saja," ujarnya.
Selain itu, dia melihat saat ini adalah saat yang tepat untuk membeli saham McMoran, karena nilai sahamnya sedang jatuh sejak awal tahun 2016 lalu sekitar 30 persen dan kemungkinan akan turun lagi.
Terkait dengan jumlah saham yang diusulkan olehnya untuk dibeli pemerintah, Ramson memandang ada baiknya pemerintah membeli sebagian besar saham Freeport McMoran agar bisa memiliki kendali, termasuk anak perusahaannya.
"Sekitar 52 persen saja saya kira sudah beres itu. Karena jika kita kuasai itu maka Freeport di sini kita bisa kuasai juga. Ini sebagai strategi agar representatif dan mengakomodasi keinginan semua termasuk masyarakat papua," ujar dia.
PT Freeport telah menawarkan 10,64 persen sahamnya pada pemerintah Indonesia dengan nilai 1,7 miliar dolar AS. Saat ini, pemerintah sedang melakukan evaluasi terhadap kewajaran harga penawaran tersebut.
Evaluasi tersebut melalui tim khusus yang dibentuk dengan tugas utama untuk melakukan evaluasi dalam menentukan nilai kewajaran harga penawaran saham yang disodorkan Freeport.
Tim tersebut beranggota perwakilan pemerintah dari sejumlah instansi seperti Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hingga Kejaksaan Agung.
Selain melakukan evaluasi internal, pemerintah juga menugaskan penilai independen untuk melakukan valuasi kewajaran harga saham tersebut.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016