Semarang (ANTARA News) - Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Humas Badan Tenaga Atom Nasional Dr. Ferhat Aziz, M.Sc. menyatakan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Muria, Jawa Tengah, kemungkinan sudah bisa beroperasi pada 2016. "Kami merencanakan membuat dua pasang atau empat reaktor PLTN Muria yang jika segalanya berjalan lancar, maka unit pertama akan mulai beroperasi sejak 2016," katanya ketika ditemui di sela-sela seminar "PLTN, Solusi, atau Masalah" di Semarang, Kamis. Sementara unit kedua, menurut dia, akan dijalankan pada 2017, yang akan dilanjutkan dengan sejumlah proses seperti evaluasi dan alih teknologi. Selanjutnya berurut pada 2018 dan 2019, dua unit reaktor lainnya dioperasikan. Masing-masing reaktor itu akan menghasilkan tenaga listrik sekitar 1.000 megawatt. "Pembuatan satu reaktor nuklir kami kalkulasikan membutuhkan dana 1,5 milyar dolar AS atau sekitar Rp15 trilyun," kata Ferhat seraya menambahkan jenis yang akan dibangun adalah reaktor tipe Pressurized Water Reactor (PWR). Ia mengungkapkan, kini Batan tengah menunggu Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pembentukan tim persiapan pembangunan PLTN yang akan menentukan beragam hal seperti pihak yang akan menjadi pemilik PLTN. Bila Keppres telah keluar, ujar dia, maka pada tahun 2008 akan diselenggarakan proses tender yang akan diikuti oleh pihak dari beragam negara, misalnya Jepang, Korea, dan Prancis. "AS juga disebut-sebut dan Rusia kabarnya juga menawarkan diri. Namun, kami akan mengkaji dari berbagai aspek khususnya faktor keamanan," katanya dan menambahkan bahwa proses konstruksi diperkirakan berlangsung mulai 2010. Anti PLTN Sementara itu, sejumlah pakar yang menjadi pembicara dalam seminar mengenai PLTN yang diselenggarakan lembaga Masyarakat Reksa Bumi (Marem) itu menunjukkan sikap menentang terhadap pembuatan PLTN Muria. Ahli fisika nuklir Dr Iwan Kurniawan mengatakan, energi nuklir seperti pasca tragedi Chernobyl dapat menyebarkan material radioaktif di antaranya melalui hujan yang kontaminasinya menyebabkan penyakit kerusakan beragam organ tubuh. "Ada pula efek tertunda yang tidak langsung tampak seperti neoplasma (perubahan sel akibat radiasi), katarak, kemandulan, berkurangnya usia harapan hidup, dan hambatan pada pertumbuhan," katanya. Guru Besar Toksikologi Lingkungan Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang Prof Budi Widianarko mengemukakan bahwa dari sudut pandang lingkungan PLTN sebenarnya masih menyisakan masalah besar yaitu limbah radioaktif dan risiko pencemarannya. "Tragedi Chernobyl yang terjadi pada 26 April 1986 menimbulkan pencemaran di area seluas 200 ribu kilometer persegi atau sekitar 500 kali luas kota Semarang," ujar dia. Ketua Marem Lilo Sunaryo mengatakan, berbagai kecenderungan untuk menolak PLTN menyebabkan pihaknya merencanakan untuk mengirim surat kepada Presiden, Menteri ESDM, dan Batan yang bertujuan untuk menghentikan pembangunan PLTN Muria. "Kami juga meminta pemerintah agar lebih berimbang dalam memberikan informasi mengenai energi nuklir yang tidak hanya berupa manfaatnya tetapi juga bahayanya," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007