Detektif adalah profesi yang identik dengan penyelidikan, proses penelusuran yang panjang, bukti, saksi, kecermatan dalam mengungkap sebuah kasus.

Tidak jauh berbeda dengan detektif, wartawan pun dalam kiprahnya di dunia pers dapat memposisikan diri sebagai "detektif" melalui jurnalisme investigasi.

Proses panjang dan penuh tantangan dalam mengungkap sebuah kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak di lingkungan Gereja Katolik, coba dilakukan oleh empat orang wartawan harian Boston Globe yang tergabung dalam tim "Spotlight".

Pada Juli 2001, editor baru Boston Globe, Marty Baron (Liev Schreiber) menugaskan tim "Spotlight" membuat artikel investigasi berdasarkan tulisan seorang pengacara bernama Mitchell Garabedian (Stanley Tucci) yang menyatakan bahwa Uskup Agung Boston Kardinal Law mengetahui pelecehan seksual yang dilakukan salah satu pasturnya, namun memilih diam tanpa tindakan.

Berawal dari instruksi tersebut, Michael Rezendes (Mark Ruffalo), Sacha Pfeiffer (Rachel MsAdams), Matt Carrol (Brian dArcy James), dan sang editor Walter "Robby" Robinson (Michael Keaton) menyusun strategi investigasi mereka dengan pendekatan ke narasumber masing-masing.

Michael berusaha keras mengorek informasi dari Mitchell yang sesungguhnya telah enggan membicarakan kasus pelecehan yang pernah ditanganinya tersebut, setelah Boston Globe mengacuhkan laporannya beberapa tahun silam.

Sementara Sacha sebagai satu-satunya figur perempuan dalam film ini, melakukan pendekatan secara personal dengan para korban yang umumnya terpaksa menerima perlakuan tercela para pastur ketika mereka berusia belasan tahun.

Matt yang digambarkan sebagai pria berambut keriting dan berkacamata, bertugas mengungkap pola kejahatan seksual yang dilakukan di lingkungan Gereja Katolik wilayah Boston, Massachusetts itu dari berbagai kliping koran, arsip gereja, pemerintah, dan pengadilan.

Dibantu oleh Phil Saviano (Neal Huff) yang mengetuai sebuah kelompok penyintas korban pelecehan para pastur, penyelidikan tim "Spotlight" meluas hingga mengidentifikasi 13 pastur sebagai tersangka kuat.

Berdasarkan nama-nama pelaku yang mulai teridentifikasi dan pola perlindungan kejahatan yang mulai terkuak, bagaimana artikel investigasi karya tim "Spotlight" membuka konspirasi kasus pedofilia dan sekaligus menantang entitas kekuasaan terkuat dan tertua sekelas Vatikan.

Emosional
Bertujuan menggambarkan profesi wartawan dengan segala detail dan kecepatan, film ini memiliki sinematografi yang cenderung "meloncat-loncat" dengan perpindahan nisbi cepat dari satu adegan ke adegan lainnya.

Penonton pun akan dibingungkan dengan begitu banyaknya nama dan karakter yang terlibat dalam pengungkapan kasus pelecehan anak yang sedang ditangani tim "Spotlight", sehingga akan sedikit sulit untuk memahami keseluruhan kronologi peristiwa, terutama dengan pengucapan dialog yang cepat khas para wartawan.

Latar tempat yang sebagian besar menggunakan kantor redaksi dan di dalam ruangan juga tidak mampu memanjakan mata penonton dan berpotensi menimbulkan rasa bosan selama 128 menit durasi film.

Di sisi lain, film karya sutradara Thomas McCarthy ini mampu menunjukkan aspek teknis dan menantangnya pekerjaan seorang wartawan, namun juga membangkitkan emosi dan kesadaran yang menyentuh naluri masing-masing karakter, tidak terkecuali para penonton.

Seperti pengakuan Saviano yang dilecehkan secara seksual oleh seorang pastur saat usianya masih 12 tahun.

Sebagai anak yang dilahirkan dalam keluarga miskin di Boston, bisa dekat dan melayani seorang pastur baginya merupakan berkat, karena pastur dianggap sebagai wujud Tuhan di dunia.

Termasuk ketika dirinya diminta melayani dan memuaskan si pastur dalam konteks seksual, Saviano hanya bisa berkata: "How do you say no to God?" (bagaimana kamu bisa berkata tidak pada Tuhan?)

Dalam salah satu dialognya, film yang telah dirilis di Amerika Serikat pada 6 November 2015 ini juga menyindir budaya jurnalistik dalam jaringan (daring) yang kian berkembang di berbagai belahan dunia saat ini.

"The internet has forced us to think in short bursts," kata Robinson. "We seldom have time to get a really strong grasp on what the full story is. Everybodys trying to get morsels out there, instead of the full meal."

(Internet memaksa kita berpikir singkat. Kita jarang punya waktu untuk mendapatkan pemahaman kuat tentang sebuah cerita yang menyeluruh. Semua orang berusaha mendapatkan potongan-potongan daripada sebuah makanan lengkap.)

Pewarta: Yashinta Difa P.
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016