Jakarta (ANTARA News) - LP dan pemutar musik pertama kini mengalami titik balik. Kaset dari pita selulois berputar kembali dalam hidup kita.

Para penggemar musik di kedua belahan Samudera Atlantik kembali menggemari kaset, dua dasawarsa setelah digantikan CD, DVD, dan unduhan digital yang terbaru.

Nostalgia akan format lama itu hadir berdampingan dengan frustasi yang mengarah pada penurunan, termasuk kecenderungan kaset untuk berantakan dan macet di dalam pemutar. Pita kaset memang bisa kusut dan tergulung berantakan di dalam pemutarnya. 

Laman dailymail.co.uk melansir, Minggu (21/2), menyatakan, penjualan kaset kini meningkat sangat cepat di Amerika Serikat, di mana Asosiasi Industri Rekaman Amerika --badan perdagangan label musik yang juga memberikan sertifikasi rekaman gold dan platinum-- sedang menginvestigasi cara merunut penjualan untuk yang pertama kalinya sejak awal 1990-an.

Diperkirakan, kebangkitan kembali kaset dimulai dari pertunjukan-pertunjukan musik bawah tanah. Namun kini, semakin banyak pemusik arus utama telah memulai memproduksi albumnya dalam bentuk kaset lagi.

Penyanyi asal Inggris, Marina and the Diamonds, merilis album terakhirnya, Froot, dalam kaset. Album dari para bintang Amerika Serikat juga tersedia dalam kaset seperti album terakhir Justin Bieber, Purpose, dan Yeezus,  milik Kanye West.

Mereka dijual di gerai gaya hidup, di antaranya Urban Outfitters, selain tersedia secara online. Sementara itu label musik disko asal Inggris, Hypnohouse Trax, telah mengeluarkan koleksinya dalam kaset.

Penjualan kaset di Inggris bisa mengikuti jejak alat perekam vinil yang jatuh lebih dari 205.000 keping pada 2007, namun kembali tumbuh setiap tahun sejak tahun itu dan mencapai penjualan tertinggi selama 20 tahun, mencapai 2,1 juta keping pada 2015.

Kamus Bahasa Inggris Oxford telah menghilangkan kata "pemutar kaset" dari edisi ringkasnya pada 2011. Kelihatannya sekarang itu keputusan yang prematur.

Dan Sony berhenti memproduksi pemutar kaset ikonik-nya; Walkman portabel pada 2010, meskipun merek lain, di antaranya Phillips, tetap membuatnya.

Lee Rickard (32), pendiri label rekaman independen Burger Records, yang berbasis di Orange County, kota di pinggiran Los Angeles menjelaskan daya tarik kaset.

"Musik terdengar berbeda saat diputar dalam kaset, kadang-kadang itu terdengar seperti niat awal musik ingin diperdengarkan, kaset itu kompak, ada wujudnya, instant dan bisa dikoleksi, sering juga hadir dengan sejumlah karya seni yang orisinil--selain itu kaset harganya semurah secangkir kopi dan Anda bisa mendukung artis lokal tanpa ada penyesalan dari pembeli."

"Kami bekerja dengan Green Day untuk memproduksi sebuah versi kaset untuk album mereka berjudul Dookie, namun kebanyakan penampil lain masih muda dan tidak terkenal-saat ini."

Burger Records telah merencanakan akan merilis Burger Buddy miliknya sendiri yang akan memutar kaset dan mengubahnya ke arsip MP3 yang bisa dibaca di komputer.

Penerjemah: Ida Nurcahyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016