Kita belum ada pembahasan ke situ, soal itu program pemerintah, tentu ada di pemerintah,"
Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan belum ada pembahasan di antara mereka soal relaksasi ekspor mineral dari perusahaan tambang, walaupun kewajiban membangun fasilitas pemurnian (smelter) belum rampung.

"Kita belum ada pembahasan ke situ, soal itu program pemerintah, tentu ada di pemerintah," kata Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu selepas acara diskusi publik bertajuk Energy Fund Petroleum Fund, Mengapa Tidak Untuk Indonesia di KAHMI Centre, Jakarta, Selasa.

Secara umum, Gus Irawan mengatakan pihaknya saat ini masih meminta masukan dari seluruh stakeholder soal pembahasan Undang-Undang Minyak dan Gas (Migas) serta UU Mineral dan Batubara (Minerba) itu secara umum.

"Secara umum kita masih meminta masukan dari perguruan tinggi, pelaku usaha, dari asosiasi, dari para pakar, untuk memperkaya terkait undang-undang itu, jadi kalau soal relaksasi ekspor itu belum kami bicarakan," ujarnya.

Gus Irawan mengharapkan dari pembahasan revisi UU tersebut, ada kesepakatan antara DPR dengan pemerintah, dengan semangat mengutamakan kesejahteraan masyarakat.

"Intinya, tentunya kami akan tetap melihat dari sisi bagaimana UU Migas dan Minerba ini nantinya didorong untuk pro pada rakyat," tuturnya.

Terkait dengan PT Freeport Indonesia yang diizinkan untuk kembali melakukan ekspor konsentrat walau tidak melakukan penyetoran sebesar 530 dolar AS, dia mengatakan hal tersebut adalah akumulasi dari pemerintahan terdahulu.

"Kita dulu diberitahu dulu adanya PP yang terbit di masa periode yang lalu dan persoalan yang sekarang kan menjadi akumulasi dari masa yang lalu, kita memang ada di posisi yang dilematis pasalnya implikasi dari sektor migas dan minerba ini terhadap makro ekonomi kita luar biasa," ujarnya.

Pihak legislator berharap persoalan hilirisasi tersebut dengan pengawalan komitmen pembangunan fasilitas smelter menghasilkan kata sepakat dengan harapan adanya nilai tambah pada indonesia

"Misalnya untuk Freeport 530 juta dolar AS yang menunjukan keseriusan pembangunan smelter harus masuk dan dikawal. Serta mendesak agar pembangunan smelter pada 2017 nanti bisa terlaksana dengan tepat," ujarnya.

(R030/B012)

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016