Alasan utama, Marcia mengatakan, tidak lain adalah ketatnya persaingan di channel offline.
"Masih melakukan penelitian (pasar offline), masih mencari kesempatan untuk masuk dalam pasar offline," kata dia, kepada ANTARA News, di Jakarta, Senin.
"Karena marketing tahun ini sangat ketat dan banyak sekali brand di pasar offline, untuk itu kami masih memilih online," sambung dia.
Sementara itu, Infinix House yang baru saja di buka Januari lalu, menurut Marcia, hanya difungsikan sebagai showroom dan tempat layanan purna jual. "Kami tidak menjual produk di sana," ujar dia.
Dalam memasarkan perangkat terbarunya tersebut, Infinix bekerja sama dengan Lazada. Marcia menyebutkan telah menyediakan 10.000 Infinix Zero 3 untuk flash sale yang akan berlangsung pada 3 Maret mendatang.
"Tahap awal kami tidak menyiapkan cukup banyak karena logistik dan distribusi. Untuk tahap awal, bulan ini, kami menyiapkan 10.000 unit di Lazada. Namun, kami akan menambahnya," kata Marcia.
"Rata-rata 15.000 hingga 20.000 terjual per bulannya, tapi terkadang mencapai puncak hingga 30.000 unit per bulan," lanjut dia.
Lebih lanjut, Marcia mengungkapkan salah satu strategi Infinix untuk bertahan di pasar online adalah komunitas. "XFans (pengguna Infinix) selalu menjadi prioritas kami," kata dia.
Infinix Global memiliki sejumlah komunitas diantaranya XUI, XClub, dan XFans dimana Indinix selalu merangkul dan melakukan percakapan di sosial media setiap harinya. Tidak hanya itu, Marcia mengatakan, Infinix menghubungkan XFans dengan tim R&D (penelitian dan pengembangan) untuk memberikan komentar dan saran kepada para engineer Infinix.
"Karena sebelum memasuki pasar Asia, Infinix lebih dulu masuk pasar Afrika, sehingga produk-produk kami lebih african style, namun karena kami masuk pasar Asia kami harus menyesuaikan produk kami," ujar Marcia.
"Untuk itu, kami harus lebih banyak mendengarkan keinganan XFans," tambah dia.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
