Tanjung Pandan, Belitung (ANTARA News) - Semua orang pasti mengenal sosok Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok. Karir politik pria kelahiran Belitung Timur itu melejit berkat ketegasannya dalam memimpin. Namun, siapa mengira, ibu dan adik-adiknya mengenal Ahok sebagai pribadi yang sensitif dan berjiwa sosial tinggi.

Suatu siang pada Selasa (8/3), ANTARA bersama beberapa media sempat mengunjungi Kampong Ahok dalam media trip bersama Dwidayatour dan Citilink, sehari sebelum menyaksikan gerhana Matahari total (GMT) pada Rabu (9/3).

Kampong Ahok ada di sebuah kawasan di Gantong, Belitung Timur, sekitar 1,5 jam dari ibu kota Belitung, Tanjung Pandan. Kampong Ahok sendiri sebenarnya adalah sebutan untuk replika sebuah rumah panggung papan, khas masyarakat Belitung di tahun 1924-an yang ada di seberang rumah asli keluarga Ahok.

Ada pemandangan yang menarik perhatian saat tiba di sana, di bawah pohon nangka teduh di depan Kampong Ahok, seorang pria bermata sipit dengan tahi lalat di dagu kiri sedang asik bercengkrama. Semua mata dan telinga tertuju pada kelakar dan tawanya yang renyah. Siapakah dia?

"Jadi waktu itu, saya sempat mengakali Presiden supaya mau foto bareng saya pakai cincin batu satam ini. Ini khas Belitung, saya bilang, Pak Presiden, mohon ijin kita mau kasih oleh-oleh, tapi Bapak harus foto pakai ini. Kalau pas pelantikan Abang Ahok foto sama Presiden berpose salam komando, saya lebih hebat karena bisa perintah Presiden pakai cincin ini," kata pria itu disambut derai tawa orang-orang yang mengerumuninya di bangku kayu sambil minum es kelapa muda dalam gelas-gelas kaca.

"Belitung Timur ini bekas daerah tambang, sekarang mau mengembangkan ekonomi kreatif pariwisata, lalu beliau tersenyum, setuju," lanjutnya sumringah sambil memamerkan cincin batu satam hitamnya.

"Dulu saya punya bayangan Pemda mau blow up ini batu satam, padahal Presiden sudah pakai ini, nah tapi rupanya endak, akhirnya saya yang capek terus setiap ketemu orang cerita pakai batu ini. Batu ini bertuah, orang di kampung percaya ini hidup. Kalau mau lebih mengkilap rendam saja di air malam habis kita pakai, besok pagi lebih mengkilap karena dia lebih sering ditanam di daerah basah. Kalau dukun-dukun di kampung batu ini ditaruh di air, nanti dijampiin airnya disuruh minum. Nah, kalau mau dapat yang cantik, cari yang mulus, nanti dapatnya nenek-nenek, haha..."

Dia adalah Basuri Tjahaja Purnama, mantan Bupati Belitung Timur periode 2010-2015. Dia adik Ahok nomor dua. Dia senang bercerita. Basuri tersenyum saat ANTARA dan beberapa media ikut bergabung mendengarkan ceritanya.

"Cincin ini milik Papa saya dulu," ucapnya memamerkan cincin batu warna hitam mengkilap. "Saya kalau pakai ini, energi jadi stabil, kalau ditaroh bisa muter karena ada magnetnya, dan coba tes di IPTEK sana, kalau pakai ini jarum tepat di tengah karena stabil. Makanya Abang Ahok endak boleh pakai ini, nanti orang Jakarta endak ketemu lagi gubernur marah-marah," kata Basuri tertawa.

"Lah Orang Jakarta memang butuh dilabilkan, kalau endak, kacau, bisa rusak, saya bilang, ini persis seperti dokter yang mengobati pasien di ICU, pasien mau sembuh tapi syaratnya harus potong kaki, pasien bilang jangan. Dokter bilang sudah endak ada urusan, pokoknya gua mau selamatkan nyawa kaki harus potong, nah itu Jakarta. Endak bisa ini, nanti naik terus-naik terus (penyakitnya), yang penting nyawanya hidup, cuma memang kelihatannya kasar, memang di negara ini ada orang yang lebih suka orang yang tipenya kulonuwun-kulonuwun tapi tiba-tiba dari belakang, sett.."

"Pak, kamek duluk Pak ye?" (Pak kami duluan ya Pak?), kata salah seorang dalam kerumunan dan kemudian beberapa warga lainnya pun pamit meninggalkan Basuri.

"Eh, besok malam lah ye? Kita ketemu lagi?" kata Basuri bergegas berdiri menyalami warga yang hendak pulang itu.

Setelah itu, Basuri mempersilakan pengunjung yang masih tinggal untuk masuk ke dalam rumahnya, melihat-lihat keadaan di dalam rumah. Setelah melalui pagar tinggi dan pos satpam yang sebenarnya tak ada petugas sekuritinya itu, tampak sebuah rumah besar berlantai dua.

Rumah bercat krem itu dibangun di atas tanah seluas satu hektare lebih. Menurut Basuri, sebagian dari tanah itu kini dibangun hotel Purnama di belakang rumahnya serta sebuah sentra kerajinan Batik Belitung dan pusat oleh-oleh di sebelah rumah.

"Ini sampai jalan belakang sana, hutan di belakang itu juga milik Mama itu, kan ada hotel juga kami di belakang, hotel syariah 12 kamar. cuma pasangan yang alamat KTP-nya sama dan sudah menikah yang boleh bermalam," katanya tertawa.

Suasana hangat

Setelah melintasi halaman ber-paving yang cukup luas, akhirnya sampai di teras rumah. Pintunya merupakan pintu ganda berwarna putih dengan jajaran bunga berwarna-warni di dalam pot di sepanjang teras.

"Selamat datang, kami sudah banyak terima kasih dikunjungi, semakin banyak orang ke mari kami semakin senang, supaya majukan Belitung," kata Buniarti Ningsih (70), ibunda Ahok yang siang itu mengenakan daster batik Belitung motif Daun Simpor warna kombinasi merah dan hijau. Rambut bercat hitamnya tersisir rapih dalam potongan model bob, sebaris gincu merah menghiasi bibirnya yang tipis dan selalu tersenyum.

Saat para tamu datang, Buniarti tergopoh-gopoh meminta dikeluarkan kue cokelat bertabur kacang yang dibuat dengan resep andalannya.

"Kue ini saya buat sejak anak-anak masih kecil. Ini kue kesukaan anak-anak dan cucu-cucu saya, kalau ke Jakarta nengok cucu, saya bawa ini. Semua anak saya lahir di rumah ini. Ini rumah saya tempati sejak tahun 1965, waktu masih penganten baru dulu, Basuki, Basuri, Vivi dan Hari serta adik bungsu yang meninggal di usia 12, semua lahir di sini," kata Buniarti yang hingga saat ini masih aktif menjalankan usaha apotek di Manggar.

Rumah tempat Ahok tumbuh besar terdiri dari lima kamar, satu ruang keluarga, mini bar yang dipenuhi tumpukan buku, dapur, dan ruang belakang. Langit-langitnya tinggi, membuat rumah terasa adem meski udara sangat panas di Belitung Timur.

"Rumah ini sudah direnovasi tiga kali, yang pertama tahun 1970, saat anak-anak masih SMA, waktu itu rumah masih rumah panggung dari papan, lalu perlahan-lahan dibuat beton. Kemudian terakhir lima tahun lalu," kata Buniarti.

Rumah masa kecil Ahok dan adik-adiknya itu kemudian direnovasi lagi oleh Veronica Tan, istri Ahok yang seorang arsitek.

"Ini sudah lima tahun belum dicat ulang, catnya antilumut. Jadi kita ini serba penghematan. Arsitek tak usah bayar, sudah sama kakak ipar," kata Basuri. "Dulu, di bawah rumah panggung sini dulu ada anjing galak banget, sekali beranak 12 ekor, jadi temennya endak percaya, taruhan, kalau kalah dia kasih bir berapa krat begitu untuk Papa saya, malam-malam disenter, ada 12 ekor, kalah taruhan mereka, kirim berapa krat,"

Sehari-hari, rumah besar itu hanya ditinggali Buniarti dan Basuri beserta istri, namun pada hari-hari besar speerti Imlek, Tahun Baru dan Natal, rumah itu menjadi tujuan singgah semua anak Buniarti.

Fenomena GMT juga menjadi ajang berkumpul keluarga Purnama minus Ahok yang tengah disibukkan dengan kegiatan sebagai gubernur Jakarta dan juga pencalonan diri pada pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) 2017 mendatang.

Melihat suasana rumah yang santai dan penuh canda, sosok garang Ahok sesaat luntur dari bayangan. Seisi rumah tampak akrab. Para penghuni tampak tak canggung beraktivitas meski tamu terus mengalir datang.

Vivi, misalnya, adik perempuan Ahok, terlihat santai--hanya mengenakan celana pendek dan kemeja motif kupu-kupu--, berwara-wiri di antara orang yang datang. Sementara Hari terlihat lebih agak malu-malu saat menghadapi tamu.

"Saya bukan siapa-siapa. Saya Ahok KW 2, KW 1 kan Pak Basuri. Saya KW 2," kata Hari.

Basuri menimpali, postur tubuh dirinya dan Hari yang lebih pendek dibanding Ahok membuat mereka tampak seperti versi KW Ahok. "Yang salah, kami dulu tak suka sarapan. Kalau kokoh Ahok suka, makanya tinggi."

"Problemnya cuma satu," sahut Hari, "Kalau dulu kan kita enggak ngerti kalau sarapan itu penting, kan sekolah dulu jauh, jam 05.00 WIB sudah berangkat, jadi enggak sarapan," katanya sambil melipir naik ke lantai dua masuk ke dalam kamarnya.

Basuri kemudian menceritakan bahwa banyak orang mengira dia usianya lebih tua dibanding Ahok dan menyebutnya sebagai KW 1. "Sering ada yang bilang, Bapak ini abangnya? Saya mulai begini, berarti saya tua amat ya? Nah, jadi saya gini, Bapak mau tahu endak ceritanya kenapa Abang Ahok lebih tinggi, lebih ganteng? Abang kan anak pertama. Karena anak pertama, dulu Papa sama Mama saya masih semangat tinggi, hasilnya bagus, anak kedua dan selanjutnya semangat sudah turun, nah hasilnya kayak begini,"

Keterbukaan

Rumah keluarga Ahok sudah dibuka untuk warga sejak lama, bahkan sejak Tjoeng Kiem Nam alias Indra Tjahaja Purnama atau ayah Ahok menjabat sebagai pemimpin Belitung Timur. Namun, tak dipungkiri, masyarakat semakin banyak datang setelah Ahok menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.

"Yang menarik gini, karena Abang lumayan populer ya tanda kutip, orang jadi penasaran, rumah Ahok itu seperti apa sih? Keluarga Ahok itu seprti apa sih? Ini jadi pusat wisata gitu," kata Basuri.

Basuri mengatakan, rumah keluarganya selalu terbuka jika ada yang hendak datang berkunjung, kecuali saat keluarga tak ada di rumah.

"Kita tidak merasa terganggu privacy. Sudah biasa, kalau terganggu ya tinggal masuk ke kamar, orang enggak akan ganggu, gampang kok," katanya.

Sejak kecil, Kiem Nam, menurut Basuri, tak pernah mengajarkan diskriminasi atau mempermasalahkan perbedaan etnis. "Papa dari dulu tak pernah ajarkan kalau kamu Cina, kamu mesti begini begitu, endak."

Melihat besarnya perhatian masyarakat pada keluarganya, Basuri pun berinisiatif mendirikan sentra kerajinan Batik Belitung dan pusat oleh-oleh di sebelah rumahnya dengan memberdayakan pengrajin asli Belitung. Bukan hanya itu, di belakang halaman didirikan sebuah hotel untuk menginap para tamu.

Di samping rumah, juga ada kandang berisi dua ekor keledai bernama Idul dan Fitri yang katanya pemberian Pangeran Arab bagi Ahok.

Pilkada 2017

Sebentar lagi, Pilkada 2017 akan dimulai. Ahok telah meniti kiprah politiknya sejak menjadi Bupati Belitung Timur, ikut dalam kancah pemilihan gubernur Bangka Belitung 2007, menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014, Wakil Gubernur DKI Jakarta hingga saat ini menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Keluarga Ahok di Belitung timur mengaku mendukung keputusan Ahok untuk maju sebagai salah satu calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017.

"Wah kita dari dulu support endak support, pokoknya mau maju ya maju," katanya.

Sementara Buniarti mengatakan dia senantiasa mendukung keputusan puteranya dengan doa.

"Serahkan saja sama Tuhan lah, gimana gitu ya. support doa, kita enggak bisa apa-apa, karena kalau uang enggak punya kan, kita enggak bisa minta dukung sama orang pakai beras, uang kayanya gimana ya nanti masyarakat bukannya tambah pinter tapi digunain orang," kata nenek enam cucu itu.

Buniarti mengaku dirinya setiap pagi masih menelepon Ahok untuk mengecek kesehatan putera sulungnya itu. Namun, saat ditanya apakah dirinya khawatir dnegan keselamatan Ahok saat menghadapi penertiban Jakarta seperti relokasi Kalijodo atau mengungkap masalah sabotase kabel PLN, Buniarti menjawab lantang dia tak pernah khawatir mengingat itu sudah menjadi tugas pemimpin.

"Enggak takut lah, ya kita berdoa saja. Itu kan supaya negara kita maju maka kita harus berkorban juga. Pak Ahok masih untung bisa ketemu anak istri meski harus pulang malam-malam. Kalau orang jaman dulu, berjuang, pulang belum tentu pulang. Belum tentu bisa lihat anak istri. Jadi mereka itu berjuang demi negara yang dicintai, kalau ini Pak Ahok belum ada apa-apanya ya. Kita harap semua masyarakat Indonesia mau belajar cinta negara kita ya supaya negara kita maju," kata Buniarti.

Masa kesil Ahok

Buniarti mengatakan, sejak kecil Ahok memang memiliki pendirian yang keras. Menurut Hari, adik ketiga Ahok, abangnya memang suka mengatur sejak kecil.

"Mungkin karena anak pertama, suka ngatur jadi sekolah teknik, anak kedua suka merawat jadi dokter kalau saya lebih suka ke kesenian dan keindahan," kata Hari.

Buniarti menambahkan, sifat keras Ahok sebenarnya berasal dari rasa kesalnya terhadap keterpurukan kondisi di sekitarnya sejak dirinya masih kecil.

"Saya dulu ingat waktu Pak Ahok masih SMA, waktu itu di Jakarta baru dibuka toko ayam Kentucky yang pertama di Plaza Gajah Mada atau di mana ya, pokoknya Pak Ahok lihat ada tukang semir sepatu yang ngintip-ngintip lewat jendela. Lalu dia kasih semua uang sakunya untuk belikan tukang semir sepatu itu ayam. Dia cerita ke saya, 'Mama, mereka setelah saya kasih ayam langsung lari pulang bawa itu kotak semirnya, mungkin mereka ingin segera pulang diberikan ayam itu pada anak dan mamanya," kenang Buniarti.

"Jadi dia itu keras karena kesel, kenapa ada orang susah? Kenapa orang korupsi? Padahal dulu orang mau berjuang demi negara," kata Buniarti.

Bukan hanya Ahok, Basuri pun, menurut Buniarti, juga memiliki jiwa sosial yang tinggi. "Kalau yang ini, dulu, suka ambil uang di apotek enggak dikembalikan lagi, karena di sini kadang-kadang masyarakat enggak punya duit, lalu dia ambilin obat di apotek enggak dibayar."

"Jadi, sebagai orang tua, kalau ada anaknya sosial kita enggak boleh marah, kita harus ikut gembira," kata Buniarti mengakhiri ceritanya.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016