Jakarta (ANTARA News) - Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Ahmad Yani Basuki mengatakan LSF bukan lagi "jagal film" karena proses penyensoran melibatkan diskusi dengan sineas atau pembuat iklan yang bersangkutan.

"Kami berdialog, bila ada revisi, perbaikannya diserahkan kepada pembuat film atau iklan yang disensor," ujar Yani dalam konferensi pers Peringatan 100 Tahun Sensor Film Indonesia di Gedung Film Jakarta, Rabu.

Mengubah kesan "jagal film" adalah salah satu dari paradigma baru yang ingin didengungkan LSF dalam perayaan seabad berdirinya lembaga tersebut.

Ketua LSF periode 2015-2019 itu mengatakan pendekatan sensor film yang mengutamakan dialog dengan sineas yang telah dilakukan pada periode sebelumnya, namun seintensif sekarang.

Rangkaian peringatan seabad Lembaga Sensor Film akan berlangsung selama hampir sepanjang tahun 2016 dengan puncak acara pada 28 Oktober.

Acara tersebut meliputi lomba penulisan 100 tahun Sensor Film untuk para blogger, diskusi kebijakan serta peraturan sensor film dari masa ke masa, lokakarya perkembangan cara sensor, pemutaran film dari era 1940-an hingga masa kini, dan puncaknya adalah peluncuran buku "Bunga Rampai 100 Tahun Sensor Film di Indonesia". 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016