Jakarta (ANTARA News) - Bintang Tito Karnavian (51) terus bersinar setelah dilantik dan diambil sumpahnya menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.

Melalui Keputusan Presiden Nomor 38/TPA2016, Presiden mengangkat Tito menjadi orang nomor satu di BNPT sehingga pangkat jenderal bintang tiga yakni Komisaris Jenderal Polisi sudah pasti di tangan. Tinggal menunggu proses administrasi saja agar bintang di pundaknya menjadi tiga.

Tito menggantikan Saud Usman Nasution yang telah memasuki masa pensiun.

Dia pun dilantik oleh Presiden bersamaan dengan pelantikan Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Arie Soedewo.

Penunjukan Tito dianggap tepat karena selama ini dia bisa dibilang sebagai polisi yang paling kenyang pengalaman dalam menangani terorisme.

"BNPT juga kantor lama saya. Karena dua tahun saya di BNPT. Sehingga ini seperti kembali ke rumah sendiri," kata pria yang lahir di Palembang, 26 Oktober 1964.

Tito pernah menjadi Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada 2011-2012. Usai dari BNPT, jenderal bintang dua diraih dengan menjadi Kapolda Papua.

Tito cukup optimistis mampu mengemban jabatan sebagai orang nomor satu di BNPT karena pemberantasan dan penanggulangan terorisme sudah dilakoni sejak 1999.

"Bidang ini menjadi spesialisasi saya. Saya sangat senang kembali ke habitat saya dalam penanggulangan terorisme," katanya.

Dalam rentang 1999-2016 atau sekitar 17 tahun itulah, sebagian besar waktunya dihabiskan di lapangan. Dia "lepas" dari urusan terorisme setelah menjadi Kapolda Papua pada 2012-2014 lalu Asisten Perencanaan Kapolri pada 2014-2015.

Kendati jadi Kapolda dua kali, namun dia tidak sepenuhnya lepas dari urusan terorisme apalagi saat terjadi ledakan bom Thamrin di Jakarta, dia menjabat Kapolda Metro Jaya.

Berbagai operasi terorisme yang ditanganinya mulai dari ledakan bom di Kedutaan Besar Filipina di Jakarta tahun 2000 hingga pengungkapan terorisme penembakan dan bom di Aceh pada 2012.

Selain itu, kasus terorisme menonjol yang pernah ditangani antara lain bom JW Marriot 2003, bom di depan Kedutaan Besar Australia 2004, bom Bali 2005, bom Hotel Ritz Carlton 2009 dan perampokan bank CIMB di Medan 2010 serta latihan militer di Aceh pada 2010.

Dengan keahliannya itu, dia menjadi satu-satunya anggota Polri yang mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa tiga kali berturut-turut yakni dari Kompol ke AKBP, dari AKBP ke Kombes dan dari Kombes ke Brigjen Pol.

Prestasinya yang membuatnya naik pangkat luar biasa adalah penangkapan Tommy Suharto yang saat itu menjadi buronan kasus pembunuhan hakim agung Syarifudin pada 2001, penangkapan buronan terorisme Dr Azhari di Batu, Malang pada 2005 dan penangkapan Noordin M Top pada 2010.

Selain ahli penanggulangan teror, otak Tito juga cemerlang di meja belajar. Dia menjadi lulusan terbaik akademi kepolisian tahun 1997, lulusan terbaik Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) 1996, lulusan terbaik kursus Lemhannas tahun 2011.

Dia juga menyabet gelar Master of Art (MA) di Universitas Exeter Inggris pada 1993, Bachelor of Art (BA) dari Universitas Massey, Selandian Baru pada 1998 dan meraih gelar Ph.D di Universitas Nanyang Singapura pada 2013.

Dia juga kenyang dengan berbagai penugasan di luar negeri selama 29 tahun menjadi polisi. Sejumlah kursus di luar negeri juga sering diikuti.

Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menilai Tito Karnavian adalah sosok yang tepat menjabat sebagai Kepala BNPT.

"Pelantikan itu biasa, ya Pak Tito orang yang tepat karena pengalamannya sejak di Densus (Detasemen Khusus Antiteror 88)," kata Wapres Kalla di Jakarta, Rabu.

Hal yang sama disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo. "Keputusan itu sangat tepat dan menempatkannya di BNPT," katanya di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan Tito dilihat dari latar belakangnya memang sangat piawai di bidang antiteror.

"Pak Tito ketika memimpin Polda Metro Jaya menyelesaikan serangan teroris di Jalan MH Thamrin dalam waktu singkat," ujarnya.



Fokus Poso

Fokus pertama Tito menjadi Kepala BNPT adalah penanganan terorisme di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

"Saya akan fokus jangka pendek mengenai Poso," kata Tito kepada wartawan usai dilantik sebagai Kepala BNPT.

Ia mengatakan Polri dan TNI saat ini sedang menggelar Operasi Tinombala untuk menangkap kelompok teror pimpinan Santoso yang bersembunyi di daerah pegunungan di Poso.

"Operasi Tinombala sedang berjalan. Polri didukung TNI. Saya juga jadi fokus utama untuk itu. karena saya 1,5 tahun di sana dan saya malah sudah buat buku 500 halaman," kata mantan Kapolda Metro Jaya itu.

Ia mengaku tahu kondisi Poso dan banyak tahu peta situasi di Poso.

Yang perlu dilakukan saat ini adalah mempertajam posisi Brimob dan TNI yang sedang menggelar operasi Tinombala untuk memutus pasokan logistik dan informasi dari kawasan perkotaan.

"Itu tugas teman-teman intelijen dan BNPT, karena Poso itu spesifik. Itu daerah pascakonflik. Saya paham betul situasi kebatinan di sana. Perlu ada pendekatan dengan berbagai cara termasuk ekonomi dan masalah lapangan pekerjaan," katanya.



Rehabilitasi

Selain itu dia juga akan fokus pada upaya rehabilitasi napi terorisme sebab sejumlah napi ternyata mengendalikan aksi teror dari balik penjara.

Rehabilitasi para napi terorisme dinilai kurang berhasil sehingga masih banyak napi dan mantan napi yang terlibat kasus yang sama.

Tito mengatakan kasus latihan militer di Aceh dan bom Thamrin menunjukkan keterlibatan para napi terorisme.

"Rehab kita kurang bagus. Bayangkan saya pernah menangani operasi di kamp militer di Jantho, Aceh. Itu semua dilaksanakan tokoh-tokohnya yang merencanakan dalam Lapas Cipinang. Ada Abu Bakar Basyir, ada Maman Abdurahman, Wawan, Rois. Dul Matin pun datang ke situ," katanya.

Ia mengatakan Densus 88 Anti Teror Polri juga menemukan bahwa ledakan bom Thamrin direncanakan di dalam Lapas Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

"Sehingga perlu ada penanganan dan rehabilitasi pascapenegakan hukum. Setelah masuk ke dalam penjara, itu harus ada kegiatan tertentu termasuk treatmen (penanganan) agar mereka tidak melakukan aksinya lagi atau tidak mempengaruhi atau setelah dilepas tidak kembali ke jaringannya," katanya.

Ia mengatakan rehabilitasi para napi terorisme akan menjadi salah satu fokus utama BNPT selain tetap fokus pencegahan, penanggulangan dan penindakan.

"Nah yang domain utama dari BNPT adalah pada pencegahan dan rehabilitasi. Ini dilakukan dengan melibatkan semua pihak karena tidak hanya satu instansi, bahkan tidak cukup dengan pemerintah. Harus juga dengan lembaga nonpemerintah, termasuk civil society," katanya.

Oleh Santoso
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016