Kontras secara konsisten menyoroti penegakan hukum atas peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan masifnya kerusakan lingkungan hidup termasuk kualitas udara milik publik, hingga mendapatkan sorotan keras baik dari dalam maupun luar negeri
Jakarta (ANTARA News) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban (Kontras) menegaskan bahwa publik memiliki hak untuk mengetahui siapa pelaku deforestasi atau pembakaran hutan dan lahan di Indonesia sehingga didorong adanya keterbukaan akses informasi.

"Kontras secara konsisten menyoroti penegakan hukum atas peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan masifnya kerusakan lingkungan hidup termasuk kualitas udara milik publik, hingga mendapatkan sorotan keras baik dari dalam maupun luar negeri," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Menurut Haris Azhar, dalam memantau penegakan hukum, Kontras melakukan korespondensi aktif dengan tujuh kejaksaan tinggi (kejati) dengan 6 diantaranya memberikan jawaban melalui mekanisme Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008.

Kejati tersebut antara lain berada di Provinsi Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

"Kontras mengapresiasi langkah hukum yang diambil oleh Polri dan Kejaksaan Tinggi dalam bekerja sama, mendorong dan dan memastikan bahwa fungsi penegakan hukum tidak bekerja diskriminatif utamanya pada kejahatan korporasi," paparnya.

Namun demikian, ujar dia, satu Kejati pada provinsi Sumatera Selatan cukup mengecewakan karena tidak memberikan jawaban apapun atas permintaan keterbukaan informasi publik yang Kontras layangkan.

Padahal, ia mengingatkan bahwa Provinsi Sumatera Selatan memiliki kasus kebakaran hutan dan lahan yang cukup serius dimana berdasarkan informasi dari Polda Sumsel.

Sebelumnya, Greenpeace Indonesia meluncurkan peta digital dalam jaringan internet yang dapat memperlihatkan siapa pemilik lahan yang terdeteksi api dan terjadi deforestasi dengan munculnya sekitar 500 titik api beberapa hari terakhir.

"Peta interaktif Kepo Hutan adalah sebuah peta yang memberi keleluasaan bagi masyarakat luas untuk melihat informasi terperinci konsesi perusahaan dan bagaimana keterkaitannya terhadap lahan gambut, titik-titik api, dan peringatan deforestasi," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya.

Teguh mengingatkan bahwa Indonesia tengah memulihkan diri dari bencana kebakaran hutan dan gambut tahun 2015 lalu, yang sebagian besar dipicu oleh pembabatan hutan dan pengeringan gambut dengan tidak bertanggung jawab.

Setelah kebakaran, lanjutnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan rencana Pemerintah dalam perlindungan dan pemulihan kawasan hutan yang terancam atau rusak sehingga Greenpeace meluncurkan peta interaktif untuk mendukung terwujudnya komitmen kuat Presiden tersebut.

"Keterbukaan yang dijanjikan pemerintahan Jokowi dalam Nawacita yang merujuk pada agenda satu peta, merupakan kebutuhan mendesak yang saat ini belum terpenuhi. Bencana asap muncul kembali, terutama di Provinsi Kalimantan Timur dan juga di Riau yang pemerintahannya telah memberlakukan siaga darurat kabut asap," katanya.

Peta interaktif itu dirancang menggunakan teknologi open source dari Global Forest Watch, dan pertama kalinya menyediakan kumpulan data komprehensif dari perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri dan pengusahaan kayu alam, serta izin pertambangan batubara.

Selain itu, Greenpeace telah mengumpulkan data konsesi dari berbagai sumber, termasuk peta dalam bentuk cetak dan PDF, kemudian didigitalisasi menjadi peta digital yang dapat digunakan dalam analisis geospasial.

"Kami telah melakukan upaya terbaik untuk mengumpulkan seluruh data yang tersedia dalam satu platform interaktif. Tetapi informasi publik mengenai siapa yang mengontrol hutan melalui peta konsesi mutakhir dalam format shapefile yang dapat dianalisis, akan lebih baik," katanya.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016