Seorang penari perempuan berkaus hitam memasuki panggung @america (pusat kebudayaan Amerika), Jakarta dalam rangkaian acara DanceMotion USA, dan ketika lagu bernuansa elektro terdengar, dia pun mulai menari.

Tak berapa lama dia menari, bergabunglah penari laki-laki yang juga menggunakan kaus hitam bersamanya.

Gerakan yang mereka buat, tidak seperti tarian biasa, gerakan yang mereka tampilkan cenderung aneh, lincah dan lucu tetapi tetap selaras dengan musik yang ditampilkan.

Di dalam tarian yang diberi nama "Rockefellers" itu, para penari mengenjut-enjutkan kakinya dengan satu tangan ke atas dan satunya di bawah pesis gerakan karakter kartun ketika berjalan mengendap-endap yang diadaptasi dari gambar relief Mesir Kuno.

Tak heran, gerakan-gerakan yang tak lazim itu mengundang gelak tawa para penonton.

Setelah lagu pertama selesai, latar musik berubah menjadi irama swing a la tahun 30-an, hentakan musik yang cepat dan nada lengking dari saxophone seperti yang dapat kita dengar di film-film Amerika besutan Woody Allen mengiringi gerak tari para penari yang kini menjadi empat orang.

Tetapi dua penari lainnya tidak berada di atas panggung, mereka berada di belakang penonton, jika penari di atas panggung saling berdekatan, maka di belakang penonton jarak antar keduanya saling berjauhan.

Penari-penari itu seakan bercerita mengenai dinamika hubungan sepasang kekasih yang diisi dengan romantisme dan pertikaian.

Melihat tarian dari "Dance Heginbotham" tersebut seakan-akan melihat adegan-adegan kartun slapstick "Tom and Jerry "saat masih diproduksi oleh MGM cartoon studio (1940-1958), seperti aksi saling mengejar satu sama lain atau menonton film bisu berlayar hitam-putih saat penari sedang bermesraan.

Salah satu gerakan yang sangat komikal adalah, ketika penari perempuan grasak-grusuk mengintari penari pria, kemudian penari pria pun mengempiskan penari perempuan dan dia melayang-layang dan menggelepar seperti balon yang telah kehilangan angin.

Setelah itu, penari pria mendatangi penari perempuan untuk meniupkan udara kembali dan dia pun kembali berdiri dengan menggembungkan pipi dan berjalan kaku seperti balon boneka.

Usai tarian pertama, masuklah seorang penari perempuan membawakan tarian solo berjudul "Diamond".

Kali ini penari diiringin dengan permainan piano solo oleh Nathan Koci, jika tarian pertama dibawakan dengan suasana riang, tarian kedua ini lebih sendu tetapi gerakannya masih lincah.

Nada-nada yang keluar dari suara piano pun adalah nada sumbang yang mengisyaratkan kegetiran dengan tempo rancak, menghantarkan penonton kepada sebuah babak satir dalam pertunjukan tersebut.

Gerakannya anggun seperti ballerina diperkuat dengan kostum yang digunakan sang penari yaitu kaus hitam dan rok lipit mini, tetapi lebih bebas dan tak seperti pakem yang ada. Ibarat perempuan yang mencoba mendobrak mitos-mitos tentang dirinya.

Pada akhir tarian berdurasi 10 menit ini, penari bergerak lebih kontemporer, rasanya melihat Beyonce menari ballet, dan dia meloncat ke sana-sini, terbang.

Tak berhenti sampai di situ, kelompok tari yang berpusat di New York menyuguhkan tarian tanpa judul berdurasi 5 menit.

Menurut Direktur Artistik dan Koreografer John Heginbotham tarian tersebut belum pernah dimainkan, ini adalah kali pertama.

Pada tarian ketiga, enam penari memenuhi aula, dengan empat penari berada di panggung dan dua penari berada di belakang.

Kali ini para penari diiringi permainan solo arkodeon, irama-irama khas Prancis mengalun merdu.

Gerak semua penarinya seirama, masih tetap lincah dan lucu tetapi tidak sekonyol tarian pada karya pertama.

Di depan para penari seperti becengkrama dan sedang memainkan suatu permainan anak-anak.

Meski pendekatannya kontemporer, para penonton tidak perlu kesulitan mencerna cerita yang ingin disampaikan para penari melalui beragam emosi yang dimanifestasikan lewat gerakan.

Lewat koreo humor yang menjadi cirikhas kelompok tersebut, nyatanya memuaskan penonton yang hadir pada saat itu.



Jenaka

"Dance Heginbotham" didirikan 2011, berpusat di New York perusahaan tari kontemporer ini mempunyai misi untuk menyentuh orang melalui tari.

Menurut salah satu penarinya Kirsten Foote, tari adalah bahasa yang disampaikan melalui gerak.

Grup tari ini memiliki ciri khas dalam tariannya yaitu atletik, humoris dan teaterikal.

"Saya terinspirasi oleh humor yang saya lihat dari sekitar, saya pikir humor ada di dalam diri saya terlepas orang lain menganggapnya lucu atau tidak," kata John selaku pemilik perusahaan tari tersebut.

Dia mengatakan tarian yang diciptakannya berasal dari dirinya, seperti rasa humor yang diwujudkannya dalam gerakan.

Beberapa gerakan tariannya pun juga terinspirasi pada gerakan kartun, seperti dalam tarian Rockefeller.

"Ya saya suka kartun, kartun dulu, saya rasa dahulu perlu upaya yang besar untuk membuatnya. Kartun Amerika dahulu memiliki banyak kode seperti tanggungjawab perilaku, persamaan meski kadang-kadang sangat nakal tetapi tetap menghibur," kata John.

Menurut John inspirasi tariannya dapat berasal dari mana saja terutama kolaborasi dari puisi, musik juga lukisan.

Dia hanya berusaha membuat gerakan seindah mungkin.

Salah satu penari yang bergabung dengan Dance Heginbotham, Macy Sullivan mengatakan "Rockefeller" adalah tarian kesukaannya yang dipentaskan malam ini.

"Tarian itu seperti membal dan gerakan sudut yang sepurna, pada saat latihan setiap malam gerakannya bisa berubah tetapi itu menyenangkan," kata Macy.

Dia lebih suka menari dengan banyak orang, karena saat itulah terjalin hubungan diantara penari.

Kelompok yang baru pertama kali tampil di Indonesia ini sebelumnya telah singgah ke Laos dan Filipina.

"Ini rangkaian perjalanan ke Asia Tenggara dan Indonesia menjadi tujuan terakhir."

Setelah ini mereka akan pergi ke Jailolo, Maluku untuk memberikan loka karya kepada komunitas tari setempat.

"Kami akan ke Jailolo selama empat hari di sana kami akan melakukan banyak kegiatan seperi loka karya, mengajarkan tarian, dan melibatkan mereka untuk tampil bersama kami," kata John.

(T.A074/B/T007/T007)

Oleh Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016