Jakarta (ANTARA News) - Hubungan Pakistan dan Indonesia di bidang perdagangan khususnya menunjukkan kecenderungan positif dengan volume mencapai lebih 2 miliar dolar AS, kata Duta Besar Pakistan untuk Indonesia Mohammad Aqil Nadeem di Jakarta, Rabu.

"Pakistan dan Indonesia telah menandatangani Preferential Trade Agreement yang menjamin akses pasar lebih besar bagi produk-produk kedua negara," kata Dubes Nadeem dalam wawancara dengan Antara sehubungan dengan Hari Nasional Republik Islam Pakistan yang jatuh pada 23 Maret 2016.

Kedua negara menandatangani perjanjian bilateral PTA sejak Februari 2012. Perjanjian tersebut bertujuan untuk meningkatkan perdagangan bilateral kedua negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Dua produk utama yang menjadi fokus dalam PTA ialah minyak kelapa sawit (CPO) dan jeruk Kinnow. Kedua pihak pada prinsipnya menyetujui penurunan Bea Masuk (BM) minyak sawit mentah (CPO) dan Jeruk Kino.

Mutual Recognition Agreement (MRA) mengenai karantina tumbuhan dan langkah-langkah Sanitary and Phytosanitary (SPS) ditandatatangani pada 2013.

Dengan demikian, Indonesia mengakui Pakistan sebagai wilayah bebas hama untuk jeruk Kinnow, salah satu produk Pakistan yang menikmati pembebasan bea masuk ke Indonesia.

Menurut Nadeem, sejak itu volume perdagangan keduanya tercatat pada 2013 senilai 300 juta dolar, meningkat jadi 2 miliar dolar pada 2014 dan naik lagi jadi 2,2 miliar dolar pada 2015. Transaksi perdagangan tersebut diharapkan dapat terus meningkat seiring kerja sama kedua negara.

"Jeruk Kinnow dari Pakistan sudah dapat ditemukan di pasar-pasar swalayan di Indonesia dan kami akan mengekspor beberapa produk pertanian seperti beras, apel, mangga, kapas dan produk-produk lain ke Indonesia," kata Nadeem.

Lebih jauh, dia mengatakan, saat ini Pakistan mengalami surplus beras dan telah membicarakan kemungkinan ekspor ke Indonesaia dengan Kementerian Perdagangan.

Sementara itu Indonesia mengalami surplus dalam neraca perdagangan dengan nilai ekspor pada 2014 dan 2015 sekitar 2 miliar dolar. Produk ekspor non migas utama Indonesia ke Pakistan ialah minyak sawit, batu bara, biji-bijian lainnya seperti almond, benang dan serat staple tiruan.

Pakistan adalah importer terbesar keempat minyak sawit dan berencana akan mengimpor batu baru sebanyak 15 juta hingga 20 juta ton dalam waktu tiga tahun ke depan.

"Kami sedang membangun empat pembangkit listrik bertenaga batu bara dan para pejabat pemerintah dan swasta dari Pakistan baru-baru ini datang ke Indonesia untuk merampungkan perjanjian dan kontrak," kata Dubes Pakistan.

Di masa mendatang, katanya, Pakistan ingin membuat perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Indonesia seperti telah dilakukan dengan Thailand dan Malaysia.

Pada bagian lain ia mengundang para pengusaha Indonesia untuk memanfaatkan pasar Pakistan lebih besar lagi dan pasar di negara-negara tetangganya di kawasan Asia Tengah.

"Negara-negara anggota ASEAN khususnya Indonesia dapat mengambil manfaat dari Pakistan-China Economic Corridor," kata Dubes Nadeem.

Dikatakannya, berdasarkan program ini China akan menanam modal senilai 46 miliar dolar untuk pengembangan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, pelabuhan dan jalan raya.

"Para pengusaha akan memperoleh keuntungan-keuntungan dari program ini seperti biaya pengapalan yang lebih rendah," demikian Dubes Nadeem.

Pewarta: Mohammad Anthoni
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016