Kampung kB ini harus berwawasan kebutuhan, sehingga dapat membangun Indonesia dalam peningkatan revolusi kehidupan bangsa,"
Surabaya (ANTARA News) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat mengatakan untuk membentuk Kampung Keluarga Berencana (KB) yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro membutuhkan revolusi mental berbasis keluarga.

Kepala BKKBN, Surya Candra Surapaty, di Surabaya, Rabu, mengatakan revolusi mental yang dimaksud yaitu kualitas dalam penundaan dan penghentian kelahiran yang menjadi modal utama proses pembentukan, operasional kegiatan sampai dengan evaluasi dan pelaporan kegiatan kampung KB.

"Kampung kB ini harus berwawasan kebutuhan, sehingga dapat membangun Indonesia dalam peningkatan revolusi kehidupan bangsa," katanya setelah menyaksikan pengukuhan Kepala BKKBN Jatim, Dwi Listyawardani, sebagai guru besar di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Ia mengatakan kampung KB merupakan inovasi strategis untuk dapat mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) secara utuh di lini lapangan. Kampung KB sebagai model miniatur pelaksanaan program KKBPK diharapkan bisa bersinergi dengan berbagai instansi terkait.

"Kami berhadap pembentukan Kampung KB dapat mendapatkan dukungan dari semua pihak, baik politis, teknis maupun operasional. Salah satu bentuk Kampung KB adalah adanya Pembinaan kepada generasi muda, terutama dalam program Generasi Berencana (Gen-Re)," kata dia.

Program Gen-Re, lanjutnya, menjadi program yang dikembangkan dalam rangka membantu penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja, agar mereka mampu menempuh jenjang pendidikan secara terencana, berkarir dalam pekerjaan secara terencana, serta menikah dengan penuh rencana sesuai siklus kesehatan reproduksi.

"Dalam Gen-Re kami katakan No untuk Seks Pra Nikah, Nikah Dini dan Narkoba. Hal itu yang kami galakkan, pendewasaan usia perkawinan penting agar tidak berujung bencana. Mereka bisa meningkatkan kompetensi dan karakter lewat gerakan revolusi mental," tuturnya.

Namun hasil survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 masih menunjukkan tingginya jumlah remaja Indonesia yang menikah di bawah umur.

Sebanyak 19,2 persen respons remaja perempuan merencanakan menikah di bawah umur 22 tahun, sedangkan untuk laki-laki sebesar 46,2 persen merencanakan menikah di umur 20-25 tahun.

"Banyak sebab yang membuat pernikahan dini masih tinggi seperti adat istiadat, tidak tersedianya lembaga pendidikan, dan lain-lain. Untuk itu, demi mewujudkan target, kami bekerja sama dengan seluruh komponen masyarakat seperti tokoh adat, orangtua, pihak sekolah dan masyarakat," tandasnya.

Pewarta: Indra Setiawan/Laily Widya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016