Kakek ini tidak bisa berbahasa Indonesia. Dirinya hanya bisa berbahasa Tetun, karena memang mereka berasal dari Timor Leste yang kemudian ubah kewarganegaraan menjadi Indonesia.
Pantai di Atapupu Kabupaten Belu, berdekatan dengan wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste, adalah tempat wisata bagi warga Kota Atambua dan sekitarnya.

Selain pantai Atapupu, wisata dengan pemandangan indah di sekitar Atambua adalah Air terjun Mauhalek.

Untuk menuju ke Air terjun tersebut wisatawan harus menempuh perjalanan selama satu jam yang lokasi jalannya berkelok-kelok dan menanjak, namun di sepanjang jalan pelancong akan disuguhi dengan deretan-deretan bukit-bukit yang hijau.

"Kalau musim hujan, sepanjang jalan ini hijau semua, apalagi kalau kita lihat ke deretan perbukitan. Tetapi kalau sudah masuk musim panas, semuanya serba cokelat akibat kering," ucap Anis, supir salah satu bus yang mengantar 18 orang tim 1.000 Guru Kupang yang hendak berwisata ke air terjun itu.

Sepanjang jalan itu  wisatawan akan menemui anak-anak yang menjual  jambu dalam kantong. Harganya Rp10 ribu perkantong isinya bisa 10 buah.

Sambil menyetir kendaraannya Anis mengatakan, air terjun Mauhalek merupakan air terjun yang menjadi mata air bagi masyarakat di Dusun Fatumuti, Desa Raiulun, Kecamatan Lasiolat, Kabupaten Belu, ketika musim kemarau mulai menghantam wilayah Nusa Tenggara Timur.

"Air terjun ini tidak pernah kering. Bahkan air terjun ini menjadi mata air bagi warga di desa ini," ujar Anis.

Satu jam perjalanan pun berlalu, tidak lebih dari lima menit dari kejauhan sudah terlihat sebuah papan kecil bertuliskan "AIR TERJUN MAUHALEK 800M".

Ada sebuah portal terbuat dari bambu yang dipasang di pintu masuk agar para pengunjung bisa membayar retribusi untuk desa Rp10 ribu yang dijaga oleh sejumlah pemuda di desa itu.

Sesampainya di lokasi berhentinya bus, terlihat dari jauh terdapat rumah-rumah berjejer rapi yang berada di antara perbatasan Indonesia dan Timor Leste.

"Rumah-rumah itu sudah berada di wilayah Timor Leste, dan perbatasannya hanya dibatasi dengan sungai yang melintasi di antara kedua negara," tambah Anis.

Tidak jauh dari lokasi wisata air terjun Mauhalek, ada sebuah rumah kecil yang hanya dihuni oleh seorang kakek dan istrinya yang umurnya diperkirakan mencapai 80-an tahun. Konon kakek itulah yang menjadi penjaga dan air terjun tersebut.

"Kakek ini tidak bisa berbahasa Indonesia. Dirinya hanya bisa berbahasa Tetun, karena memang mereka berasal dari Timor Leste yang kemudian ubah kewarganegaraan menjadi Indonesia," tuturnya.

Untuk menuju ke air terjun itu, tim harus berjalan menuruni kurang lebih 50-an anak tangga yang terjal.

Perjalanan cukup melelahkan akan terbayar ketika dari jarak 100 meter menuju air terjun wisatawan disuguhi hamparan sawah dan kebun jagung yang sedang menghijau.



Pohon pinang dan kelapa menjulang tinggi di sisi kiri dan kanan anak tangga menjadi pemandangan tersendiri.

Pendengaran Anda akan disuguhi gemericik air yang menuruni bebatuan bercampur gemuruh air yang bertemu di dalam kali.

Juga pemandangan indah perpaduan lumut hijau yang menempel di dinding batu dan beningnya air diterpa sinar matahari. Terkadang menimbulkan panorama pelangi jika dilihat dari sudut tertentu.

Bening dan sejuknya air memberi sensasi segar membuat wisatawan tak mungkin tahan godaan untuk langsung menyentuh airnya.

"Seger sekali. Indah sekali," kata Affandi Mawahid saat tiba menyentuh air dan langsung menyeburkan diri ke air yang jenir tersebut.

Di tempat ini, tersedia dua ruang ganti yang meski masih jauh dari standar tapi bisa memberi tampat aman untuk berganti pakaian. Ada dua pilihan bagi wisatawan untuk menikmati sensasi segar di air terjun ini.

Bagi yang ingin menikmati sensasi terjangan air terjun, bisa langsung menuju dasar batu untuk mandi. Indahnya panorama karya agung sang Pencita ini ibarat surga yang tersembunyi di Rai Belu.

foto ANTARA/Kornelis Kaha

Bukit Fulan Fehan
Di samping wisata air Terjun Mauhelak, ada pula wisata ke Bukit Fulan Fehan.

Fulan Fehan Merupakan sebuah lembah di kaki Gunung Lakaan dengan sabana yang sangat luas.

Lembah ini berada di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), sekitar 26 Km dari Atambua, Ibu kota Kabupaten Belu.

Potensi yang dimiliki Lembah Fulan Fehan adalah banyak terdapat kuda yang bebas berkeliaran, pohon kaktus yang tumbuh subur dan hamparan padang sabana yang luasnya tak terjangkau oleh mata.

Tak jauh dari lembah ini ada beberapa obyek bersejarah seperti Benteng Ranu Hitu atau Benteng Lapis Tujuh di puncak Bukit Makes.

Di sudut lainnya berdiri Gunung Gunung Lakaan yang menjulang tinggi, Bukit Batu Maudemu di Desa Maudemu, yang di puncaknya terdapat beberapa peninggalan bersejarah berupa kuburan-kuburan bangsa Melus.

Di ujung Timur lembah ini ada situs bersejarah Kikit Gewen berupa kuburan tua yang sangat sakral.

Oleh Kornelis Kaha
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016