Jakarta (ANTARA News) - Kolaborasi Dialog Dini Hari dan Endah N Rhesa menghasilkan karya yang unik, sebuah genre kolaborasi dari folk blues dan folk ballad. Mereka menamakan diri, DDHEAR.

Peleburan kedua band tersebut bukan sekedar interaksi baru yang menghasilkan karya bersama melainkan proses belajar dari masing-masing personel, begitu menurut pengakuan mereka.

Untuk merayakan pertemuan itu, DDHEAR menggelar konser bertajuk "Prahita", nama sama dari album bersama-sama mereka, diambil dari bahasa Sanskerta yang artinya upaya saling menyejahterakan, membahagiakan, serta memberi manfaat. Konser tersebut digelar di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Kamis 7 April.

Berikut adalah petikan bincang-bincang dengan Endah (vokal gitar), Rhesa (bass), Brozio Orah (bass), Dadang SH Pranoto (vokal, gitar), dan Denny Surya (drum).

Bagaimana perjalanan DDHEAR sampai bisa terjadi terwujud kolaborasi ini?
Endah: Project kolaborasi ini muncul dengan tidak disengaja. Awalnya kami tampil bersama untuk memainkan beberapa lagu (jam session) di Sanur Village Festival 2015 di Bali Agustus lalu. Ternyata ada chemistry yang menyenangkan. Setelah itu timbul ajakan dari produser Dialog Dini Hari untuk bisa tampil bareng lagi. Kami (Endah N Rhesa) akhirnya tambah waktu di Bali untuk garap lagu bareng.

Denny: Kami menemukan Chemistry yang tidak disengaja. Saat jam session itu enggak tahu kenapa kami seperti pernah latihan. Jadi saling kaget saja.

Pertemuan yang singkat untuk langsung berkolaborasi dan langsung membuat mini album "Prahita", bagaimana ceritanya?
Endah: Awalnya mau bikin satu lagu saja tapi kok seru. Akhirnya buat lagu mini album , dua lagu baru ("Jangan Engkau Berhenti Bernyanyi" dan "Terang Berpijar Harapan") dan dua lagi kami bertukar saling cover lagu masing-masing ("Wish You Were Here" milik Endah N Rhesa dan "Temui Diri" milik Dialog Dini Hari).

Proses pembuatan album "Prahita" juga cepat banget, chemistry begitu kuat, engga tahu kenapa bisa begitu. Hanya dalam waktu tiga jam rekamannya. Satu lagu kami rekam live, audio video direkam gitu saja. Dan tiga jam itu termasuk latihan, ngobrol, ketemu, setting alat, di The Straw Hut, Bali.

(Album tersebut kemudian dirilis bersamaan dengan penampilan DDHEAR di Java Jazz Festival 2016).

Apa makna kolaborasi ini bagi kalian?
Endah: Selama 12 tahun ini kami berdua saja dan sekarang ketemu partner yang asyik banget. Dengan kolaborasi ini kami jadi eksplorasi banyak, saya pribadi belajar banyak banget tidak hanya dari sisi musikal saja. Saya dan Rhesa jadi sering ke Bali dan jadi tahu teman-teman lokal seperti apa, secara permainan juga jadi lebih baik. Ini suatu pembelajaran baru.
Harapannya ini jadi dokumentasi persahabatan antara Endah N Rhesa dan Dialog Dini Hari.

Dadang: Dari kolaborasi ini kami mengasah diri lagi, berbagi pengalaman. Lebih bagaimana kalau ketemu orang baru sementara band masih ada tapi kami harus bekerja sama dengan waktu lama. Secara personal ini kesempatan saya belajar sampai dimana kemampuan saya.

Jadi kolaborasi ini lebih ke intropeksi diri, saya banyak belajar hal baru, dan setiap hal baru pasti memunculkan masalah baru. Kalau misal melakukan hal baru dan kita enggak paham,  kita jangan terjebak dalam sebuah kesalahan, tapi justru membuat kita mencari lagi yang benar seperti apa, misal dalam hal lirik, karena ini dalam musikal. Refleksi tidak hanya dalam musik. Ini dua band, dua manajemen gabung, saling berbagi.

Brozio: Tidak kepikiran sebelumnya ini bakal kejadian. Dari awalnya main sepanggung, terus rekaman, ya sudah jalan. Ternyata saling melengkapi.

Apakah kalian saling nge-fans sebelumnya?
Endah: Saya suka musiknya mereka (Dialog Dini Hari), memang fans. Jadi rasanya senang banget (bisa kolaborasi).

Dadang: Memang nge-fans sama Endah N Rhesa, konsep mereka unik. Mereka adalah duo yang membanggakan.

Kalau tantangannya untuk kolaborasi ini apa?
Endah: Bagi kami beda sekali rasanya karena sudah terbiasa selama 12 tahun saya hanya sama suami (Rhesa), biasanya terbuka sekali. Sebelumnya kami sering menolak kolaborasi. Karena selama 12 tahun, Endah N Rhesa enggak pernah main sama drummer, bahkan saat awal-awal album keluar pernah bilang tidak mau ada drummer. Kami benar-benar mau menjaga dan berdua yang mengontrol.

Kenapa akhirnya bisa mau kolaborasi sama Dialog Dini Hari? Kami lihat personality mereka bertiga bisa memberi kenyamanan, mengayomi banget. Drummernya juga keren, bisa memperkaya musik kami. Jadi kami sekarang excited sekali.

Denny: Tantangan di awal kami sudah kepikiran untuk membuat sesuatu tapi kami memastikan apakah cocok. Kami khawatir karena ini mengkolaborasikan referensi dan selera. Tetapi setelah ketemu pertama pada jam session enggak nyangka bisa melebur. Lalu berlanjut rekaman tiga jam, lancar, dan ternyata hasilnya memuaskan.

Jenis musik apa yang dihasilkan dari kolaborasi ini?
Brozio: Kalau pernah dengar lagu Endah N Rhesa dan Dialog Dini Hari, musik dari DDHEAR ini berbeda. Tetapi kami dasarnya punya passion yang sama, nyambung musiknya, jadi langsung klik.

Rhesa: Genre berkolaborasi, dari folk blues dan folk ballad. Semua mungkin jadinya folk blues ballad fusion.Endah N Rhesa kan biasanya hanya berdua, jadi DDHEAR ini lebih sedikit ramai karena ada dua bass, dua gitar akustik, drum. Kami bagi-bagi tugas, tidak setiap lagu harus main.

Endah: Musik DDHEAR cocok untuk pendengar di luar Endah N Rhesa dan Dialog Dini Hari, karena secara musik enggak jelimet dan tidak terlalu kencang.

Apa rencana Endah N Rhesa dan Dialog Dini Hari ke depan bersama DDHEAR?
Brozio: Tahun ini agenda kami untuk DDHEAR. Ceritanya diteruskan sepanjang tahun ini. Setelah itu belum tahu.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016