Kami mengajukan ini karena potensi pajak Indonesia sangat besar dan tax ratio kita masih rendah dibandingkan dengan negara lain yang juga berpendapatan menengah,"
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah secara resmi mengajukan RUU Pengampunan Pajak, yang bermanfaat untuk repatriasi dana dari luar negeri serta meningkatkan penerimaan pajak, kepada Komisi XI DPR RI untuk segera dilakukan pembahasan.

"Kami mengajukan ini karena potensi pajak Indonesia sangat besar dan tax ratio kita masih rendah dibandingkan dengan negara lain yang juga berpendapatan menengah," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa.

Bambang mengatakan pengajuan RUU Pengampunan Pajak sangat penting karena masih banyak wajib pajak yang belum melaporkan harta maupun asetnya di dalam maupun luar negeri serta belum dikenakan pajak.

Selain itu, ia menambahkan, pengajuan RUU ini diperlukan karena masih rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan kewajiban perpajakan dan terbatasnya kewenangan Direktorat Jenderal Pajak terhadap akses data perbankan.

"Rasio kepatuhan penyampaian SPT hanya kisaran 60 persen, masih ada potensi sebesar 40 persen, belum termasuk warga negara yang potensial memiliki NPWP. Sedangkan, Indonesia masih sangat tertutup dalam kerahasiaan bank, bahkan lebih rendah dari negara-negara yang selama ini dianggap tax haven," ujar Bambang.

Untuk itu, Bambang mengharapkan RUU Pengampunan Pajak ini bisa mengembalikan dana warga negara Indonesia di luar negeri atau repatriasi, meningkatkan basis data perpajakan serta mendorong penerimaan pajak pada 2016.

Menanggapi permintaan pemerintah tersebut, seluruh fraksi di Komisi XI dalam menyampaikan pandangan mini fraksi sementara, rata-rata menyampaikan persetujuan pembahasan RUU Pengampunan Pajak yang terdiri dari 27 pasal ini.

Namun, ada beberapa fraksi yang meminta adanya kelengkapan proses administrasi seperti perlunya rapat konsultasi antara pimpinan DPR dengan Presiden terkait pengajuan RUU ini, sesuai hasil rapat Badan Musyawarah DPR RI pada Rabu (6/4).

Ketua Komisi XI DPR RI Ahmadi Noor Supit mengatakan proses pembahasan RUU Pengampunan Pajak akan terus berjalan secara paralel dengan pengajuan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), konsultasi dengan pakar maupun pengusaha serta rapat konsultasi tersebut.

Ia pun tidak bisa memastikan pembahasan RUU ini akan berlangsung cepat atau lambat, karena hal ini tergantung dari pengajuan DIM terkait pasal-pasal yang membutuhkan pembahasan maupun kajian lebih lanjut.

"Soal pembahasan berapa lama sangat tergantung DIM, kalau hanya sedikit dari pasal-pasal yang ada, saya kira bisa cepat. Tapi kita tidak mau terburu-buru, karena kita ingin membuat produk yang bisa diterima oleh semua pihak," katanya.

Ahmadi juga tidak ingin memaksakan pembahasan RUU Pengampunan Pajak ini selesai pada akhir masa sidang Jumat (29/4), meskipun pemerintah mengharapkan bisa dilakukan segera mungkin, agar "tax amnesty" bisa diimplementasikan mulai Juni 2016.

"Tidak boleh juga dibatasi selesai pada tanggal 29, tapi kita siapkan waktu secukupnya untuk membuat DIM hingga delapan hari, supaya semua bisa tercakup. Kalau hanya dua atau tiga pasal yang dibahas dalam DIM, maka ini bisa cepat selesai," katanya.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016