Milan/Paris (ANTARA News) - Italia pada Rabu (Kamis WIB) menjadi negara Eropa pertama yang mengambil langkah-langkah guna membantu industri modenya menciptakan kehadiran kuat di Iran pasca pencabutan sanksi Barat.

Kedua negara menandatangani perjanjian selama kunjungan dua hari Perdana Menteri Italia Matteo Renzi dengan delegasi pemimpin bisnis untuk meningkatkan perdagangan antara Italia dan Iran serta memperkuat kerja sama industri.

Kesepakatan itu ditandatangani oleh Asosiasi Tekstil dan Mode Nasional Sistema Moda Italia (SMI), yang mewakili sebuah sektor dengan pendapatan senilai lebih dari 52 miliar euro, dan timpalannya di Iran, Teheran Garment Union (TGU).

Hal ini bertujuan untuk menghilangkan hambatan dan mempermudah perusahaan Italia untuk mendapatkan lisensi TGU yang diperlukan untuk beroperasi di Iran.

Beberapa pengamat memperkirakan dari hampir 80 juta warga Republik Islam yang kaya minyak itu lebih dari 3 jutanya merupakan orang kaya yang menjadi pembeli utama dan rutin barang mewah.

"Iran bisa menjadi perluasan pasar yang menarik, mungkin bernilai sekitar 2 persen dari pasar mewah global, setelah dikembangkan," kata pengamat Exane BNP Paribas Luca Solca.

Renzi didampingi oleh 60 pemimpin bisnis dari berbagai sektor termasuk energi, kereta api dan pertahanan. Mereka menjanjikan miliaran euro melalui sistem kredit dan jaminan, dalam upaya yang lebih luas untuk membangun pijakan yang kuat di Iran.

"Iran merupakan pasar dengan peluang besar dan saya yakin perusahaan Italia akan dapat menjangkau mereka," kata ketua SMI Claudio Marenzi.

Sanksi terhadap Iran selama satu dasawarsa terakhir tidak berlaku untuk kosmetik dan banyak barang-barang konsumen lainnya, tetapi Teheran mempersulit perusahaan-perusahaan Eropa untuk memiliki toko di Iran.

Tantangan-Tantangan Iran


Mendirikan bisnis di Iran juga tidak mudah, menurut para eksekutif dan konsultan, karena kurangnya infrastruktur ritel yang sesuai, tarif tinggi dan pembatasan perbankan.

Kurangnya penegakan perlindungan merek dagang internasional juga menyebabkan Iran dibanjiri barang palsu.

Perusahaan-perusahaan Italia tampaknya telah mengadopsi sikap lebih proaktif dibandingkan pesaingnya di industri barang mewah, Prancis.

Pada Febuari, rumah mode yang berkantor pusat di Florence, Roberto Cavalli, membuka toko pertamanya di Iran, mengikuti jejak produsen barang-barang kulit Piquadro dan perusahaan kemeja pria Camicissima.

Versace dijadwalkan membuka butik perdana di Teheran segera dengan menggandeng mitra komersial lokal.

Beberapa kelompok Prancis, bagaimanapun, termasuk Chanel, pemilik Gucci, Kering dan LVMH, telah mengadopsi kebijakan "menunggu dan melihat" hingga evolusi hubungan internasional Iran menjadi lebih jelas.

Beberapa merek Prancis seperti tas Longchamp dan pembuat kristal Lalique, mencari mitra distribusi tetapi tidak memiliki rencana untuk membuka butik.

"Bagi kami Iran merupakan wilayah baru untuk ditaklukkan," kata Kepala Eksekutif dan pemegang saham pengendali Lalique, Silvio Denz, yang telah membuka pasar baru untuk perhiasan kristal itu beberapa dasawarsa terakhir.

Salah satu perusahaan Prancis besar pertama yang akan berinvestasi langsung di Iran adalah perusahaan pengecer kosmetik Sephora.

Mereka tengah merundingkan untuk membuka dua sampai tiga toko di Teheran pada musim gugur, bermitra dengan perusahaan Iran dan distibutor barang-barang mewah Timur Tengah, Chalhoub, menurut sumber yang dekat dengan LVMH.

LVMH dan Chalhoub telah menolak berkomentar, demikian seperti dikutip dari Reuters.

(Uu.G003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016