Bandung (ANTARA News) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Kusmayanto Kadiman, menyatakan bahwa pengembangan dan penggunaan open source software harus didukung oleh semua pihak, mulai dari lembaga pemerintahan hingga lapisan masyarakat, karena menjadi solusi terbaik dalam menuntaskan permasalahan serapan telekomunikasi dan informasi di Indonesia. Mantan Rektor Insitut Teknologi Bandung (ITB) itu meminta, departemen dan lembaga pemerintahan untuk mengalokasikan anggaran yang cukup bagi pengembangan dan penggunaan piranti lunak komputer yang bersifat terbuka (open source) tersebut di lembaga mereka masing-masing. "Kami mengalokasikan anggaran untuk pengembangan teknologi informasi open source sebesar Rp2 miliar. Diharapkan, departemen lain menganggarkan lebih besar lagi," kata Mentistek di sela-sela sosialisasi Indonesia Go Open Source (IGOS) di B-Mall Kota Bandung, Minggu. Ia menyebutkan, pengembangan open source sangat memungkinkan dilakukan oleh departemen lainnya, seperti Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo). "Anggaran di Ristek hanya Rp2 miliar diharapkan di Depkominfo dan Depdiknas empat hingga lima kali lipat karena mereka juga kompeten," katanya. Menristek mengaku, belum punya data serapan pasar open source yang digunakan oleh masyarakat saat ini. Pihaknya juga belum bisa mengukur serapan pasar legal maupun ilegal karena indikatornya sangat sulit. Namun, ia menyatakan, untuk mengetahui penyerapan open source di tingkat pemerintahan masih memungkinkan bisa dilakukan. Di tingkat pemerintahan, kata dia, mestinya bisa mengukur, karena ada laporan keuangan. Upaya itu sedang kami lakukan bersama Dewan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional yang dilakukan dengan memeriksa semua dokumen di Bappenas dan Depkeu. "Dari laporan keuangan itu bisa dilihat berapa belanja pemerintah untuk pengembangan open source," kata Menristek. Salah satu keseriusan pengembangan open source di tanah air yakni melalui aplikasi Indonesia Go Open Source (IGOS) dengan harapan pandangan negara lain terhadap Indonesia sebagai pembajak perangkat lunak teknologi informasi bisa berubah. "Kita masih dipandang sebagai pembajak perangkat seperti itu, nah untuk menghindari tudingan itu, pemerintah menyediakan pilihan kepada masyarakat untuk mengoptimalkan penggunaan open source," katanya. Selain itu, IGOS yang sudah mulai diluncurkan sejak 2002 bisa memberikan peluang bisnis baru. "Sangat mudah mengoperasikan aplikasi IGOS, dengan kemudahannya bisa menciptakan peluang usaha baru, minimal menjadi pengajar untuk aplikasi yang satu ini," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007