Sumenep (ANTARA News) - Asumsi orang Madura berwatak keras dibantah oleh antropolog asal Belanda, Dr Huub de Jonge, karena anggapan tersebut terkadang hanya untuk kepentingan lain. Dia mengemukakan hal itu kepada ANTARA, Minggu malam, saat menghadiri Kongres Budaya Madura di Sumenep, Jawa Timur. "Sebagai antropolog, saya tidak percaya dengan asumsi itu, karena asumsi itu kadangkala ditunjukkan untuk kepentingan lain. Dimanapun, ada orang baik, jelek, orang keras, maupun orang berwatak halus," ujarnya. Sebenarnya, kata dia, orang Madura itu sama dengan orang Bali, Jawa, dan lainnya. Namun, ada aspek kebudayaan yang lain antara orang Madura dan orang luar Madura. Setiap orang, lanjutnya, harus bisa menghormati budaya yang berbeda itu. Dan bisa dibuktikan bahwa orang Madura sebenarnya tidak keras. "Selama 10 bulan di Madura tepatnya di Prenduan (wilayah barat kota Sumenep, red) saya bersama istri diterima dengan baik oleh masyarakat dan saya bisa melakukan penelitian dengan sempurna soal budaya Madura," tegasnya. Selama melakukan penelitian, sejak akhir 1976 hingga pertengahan 1977 lalu, kata dia, tak ada yang mengganggu, bahkan diterima dengan baik oleh masyarakat dan sering diajak keliling kampung, serta masyarakatnya mau untuk diwawancarai. "Saya memang sempat dilarang oleh salah satu penjaga apotek di Surabaya saat akan menyeberang ke Madura, bahwa orang Madura keras dan sangat bahaya bagi keselamatan jiwa," tuturnya. Pengalaman lain, kata dia, juga dialami saat berada di tempat penelitian di Prenduan Sumenep, Madura. "Istri saya kebetulan sendirian mau ke kota untuk mengambil uang di bank dan sempat ada yang melarang untuk berangkat sendirian," ucapnya menjelaskan. Dia mengaku bahwa orang Madura adalah orang yang baik, dan ia bersyukur, selama di Madura tidak menemukan kesulitan dalam mengemban tugasnya yang sedang melakukan penelitian soal masyarakat Madura. Ia juga mengaku senang dan akrab dengan orang Madura, penelitiannya terus dilakukan di luar Pulau Madura bersama orang-orang Madura, semisal di Bali, Jember dan di Jakarta. (*)

Copyright © ANTARA 2007