Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri (Menlu), Hassan Wirajuda, menegaskan bahwa jumlah pengusaha nasional yang menggunakan fasilitas Kartu Perjalanan Bisnis APEC (ABTC) masih sangat sedikit. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Menlu seusai membuka acara "Dialog Pemerintah-Swasta Untuk Mendorong Fasilitasi Perdagangan Dalam Kerangka APEC" di Jakarta, Senin. "Forum seperti ini tepat untuk mendorong para pengusaha memanfaatkan sepenuhnya mungkin fasilitas kemudahan yang diberikan APEC (Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik) untuk mendorong lalu lintas keperluan bisnis di negara-negara anggota APEC," katanya. Menurut dia, banyak pengusaha yang tampaknya belum mengetahui mengenai fasilitas yang mempermudah perjalanan bisnis di 17 negara yang menjadi anggota forum APEC, yaitu ABTC. Sejak fasilitas ABTC pertama kali diperkenalkan pada 1997, jumlah pengusaha Indonesia yang tercatat telah memohon kartu ABTC hanya 127 pengusaha. Jumlah tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah pemohon dari negara-negara anggota APEC lainnya seperti Australia yang tercatat sekitar 10.214 pemohon, Korea Selatan 2.439 pemohon, Hongkong 4.072 pemohon atau bahkan dibandingkan dengan pemohon dari negara di kawasan ASEAN lainnya seperti Malaysia 615 pemohon, Thailand 960 pemohon dan Vietnam 421 pemohon. Kartu ABTC --APEC Business Travel Card-- adalah salah satu upaya forum APEC di bidang fasilitas perdagangan untuk memberikan kemudahan mobilitas bisnis bagi para pengusaha di negara-negara APEC. Dengan memiliki kartu itu, para pengusaha tidak perlu lagi mengajukan visa ke perwakilan negara anggota APEC mengingat kartu itu berfungsi sebagai visa elektronik dan memperoleh fasilitas "multiple short-entry" selama 3 tahun. Ke-17 negara yang memanfaatkan fasilitas ABTC adalah Australia, Brunei, Chili, China, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, Papua Nugini, Peru, Filipina, China Taipei, Thailand dan Vietnam. Pada kesempatan itu Menlu juga mengatakan bahwa fasilitasi perdagangan tidak hanya sekedar merupakan penyerdehanaan dan harmonisasi, namun merupakan suatu upaya menuju manajemen perdagangan yang lebih baik. "Manajemen perdagangan yang baik tentu akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi kalangan usaha khususnya dalam memberikan kepastian dan kemudahan bertransaksi," katanya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007