Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengakui pernah menemui bos PT Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan, selaku mantan atasannya.

"Sebetulnya silaturrahim kan tidak masalah, saya kan salah satu bekas karyawan beliau (Aguan)," kata Prasetyo usai diperiksa di gedung KPK Jakarta selama sekitar delapan jam, Selasa.

Prasetyo dalam perkara menjadi saksi untuk Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja yang adalah tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana pemberian hadiah terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Pantai Utara Jakarta.

"Sekali bertemu," tambah politisi partai PDI-Perjuangan itu singkat.

Prasetyo yang mengaku ditanya lebih dari 20 pertanyaan oleh penyidik itu tidak menyampaikan hal lain mengenai pemeriksaannya dan langsung masuk ke mobil.

Pernyataan Prasetyo berbeda dengan keterangan Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik yang juga diperiksa KPK hari ini. Taufik membantah pernah bertemu dengan Aguan di rumah Aguan.

Padahal dalam pengacara Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta M Sanusi, Krisna Murthi menyebut kliennya sempat ditelepon oleh M Taufik untuk datang ke rumah Aguan agar Sanusi menjelaskan tentang teknis Raperda. Pertemuan itu terjadi pada Januari 2016.

"Waduh tanya sama Sanusi saja, makanya tanya itu, saya tidak pernah ikut, saya mengurus raperda, tidak ada, tidak ada," jawab Taufik singkat saat ditanya wartawan mengenai pertemuannya bersama Sanusi tersebut.

Aguan adalah pimpinan PT Agung Sedayu yang merupakan induk dari PT Kapuk Naga Indah, salah satu dari dua pengembang yang sudah mendapat izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lain adalah PT Muara Wisesa Samudera yaitu anak perusahaan Agung Podomoro.

PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi lima pulau (pulau A, B. C, D, E) dengan luas 1.329 hektar sementara PT Muara Wisesa Samudera mendapat jatah rekalamasi pulau G dengan luas 161 hektar.

Izin pelaksanaan untuk PT Kapuk Naga Indah diterbitkan pada 2012 pada era Gubernur Fauzi Bowo, sedangkan izin pelaksanaan untuk PT Muara Wisesa Samudera diterbitkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada Desember 2014.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

KPK menyangkakan Sanusi berdasarkan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang patut diduga menerima hadiah dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan kepada Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016