Jakarta (ANTARA News) - Mempertahankan konsistensi dalam berkesenian dan berkarya, inilah sepertinya yang hendak diungkapkan seniman lukis asal Klaten Jawa Tengah, Karang Sasangka melalui pameran tunggal lukisan bertajuk "Jejak Estetika".

Selama 29 April hingga 8 Mei 2016 sebanyak 60 karya lukisan pelukis kelahiran Jakarta, 53 tahun lalu atau 13 Maret 1963 itu dipajang di Galeri Monumen Joeang 45 Klaten. Ke 60 lukisan tersebut merupakan hasil goresan sang pelukis dari sejak pertama kali berkarya yakni pada 1990 hingga saat ini atau merentang waktu selama 26 tahun.

Lukisan "Penjual ayam" dengan media cat minyak di atas kanvas yang dibuat pada 1990 menggambarkan seorang wanita tua yang tengah duduk menunggui ayam-ayam yang dijualnya di pasar. Lukisan ini merupakan karya pertama Karang Sasangka.

Sedangkan "Panen pisang" lukisan akrilik di atas kanvas dibuat pada 2015 yang memperlihatkan buah-buah pisang siap panen masih diatas pohonnya sebagai penanda perjalanan kreativitasnya yang sudah memasuki tahun ke 26.

Meskipun menggunakan berbagai macam media lukis seperti cat minyak, akrilik, tinta serta pastel namun tema maupun gaya lukisan putra kedua maestro lukis Rustamadji ini tetap konsisten selama rentang waktu lebih dari 25 tahun tersebut.

Tema lukisan yang diusung Karang Sasangka dalam pameran tunggalnya tersebut terlihat dari obyek yang "dipotret" melalui kanvasnya adalah hal-hal sederhana yang ditemui di lingkungan sekitar dan keseharian, seperti, pemandangan alam, bunga, pohon bambu, ayam, aktivitas masyarakat, bahkan sekedar tumpukan kaleng bekas di pojokan rumah.

Gaya lukis yang diusung bapak tiga orang putra ini dalam mewujudkan karyanya juga teramat bersahaja dan sederhana, namun tetap menunjukkan keindahannya sehingga orang awam sekalipun dapat menikmati lukisannya. Bahkan sejumlah pengunjung pameran terlihat tersenyum manakala mendapati lukisan yang obyeknya seperti menyatu dalam kehidupan mereka.

Selain menampilkan lukisan berwarna, sejumlah lukisan hitam putih juga dipajang dalam pameran tunggalnya ini, antara lain "Pohon" , "Bocah", "Relief Borobudur"," Potret diri" , "Petan" ataupun "Relief Prambanan".

Sejumlah lukisan hitam putih tersebut menggunakan teknis pointilis yakni dengan menitik-nitikkan tinta di atas kanvas, seperti "Relief Borobudur" dan "Relief Prambanan" yang memakan waktu hingga 6 bulan penggarapan dan dikerjakan setiap hari dengan rata-rata pengerjaan selama 6 jam per hari.

Pelukis dan Kartunis GM Sudarta dalam pengantar katalog pameran menilai pameran Karang Sasangka ini merupakan bagian dari dinamika kesenirupaannya. Dalam pamerannya seorang Karang Sasangka telah berjuang keras dalam memilih pribadi kesenimanannya.

Bukan suatu kebetulan bahwa pelukis ini adalah putra pelukis Rustamadji, tentu akan terbetik di pikiran kita dengan pertanyaan, adakah bayang-bayang atau pengaruh sang ayah?

Bagi GM Sudarta yang juga terkenal dengan tokoh kartun ciptaannya Om Pasikom tersebut, Karang Sasangka sudah mencoba menapak lebih jauh dari bayang-bayang. Meskipun tema lukisan tak jauh berbeda dari sang ayah namun sang pelukis piawai dengan material yang dia tangani.


Belajar otodidak


Karang Sasangka memperoleh kepandaian melukis secara otodidak, belajar dengan melihat dan mengamati karya-karya para pelukis terkenal dari dalam dan luar negeri.

Selama menekuni dunia lukis sejak pertengahan 1990an hingga kini sudah lebih dari 80 kali mengikuti pameran lukisan di berbagai kota seperti Semarang, Salatiga, Bandung, Surakarta, Yogyakarta, dan Jakarta, serta aktif mengikuti kegiatan Pasren (Paguyuban Senirupawan Klaten).

Ketua Pasren Ansori menilai pameran tunggal Jejak Estetika Karang Sasangka merupakan bukti gerak ritual sang pelukis, bahwa dia tidak peduli darah seni mengalir pada tubuhnya atau tidak.

Sasangka adalah Sasangka, Rustamadji adalah Rustamadji, naluri berkesenian Karang Sasangka terus melaju.

Rustamadji merupakan salah satu pelukis nasional yang legendaris, kelahiran Klaten, 19 Januari 1921 dan memulai melukis sejak 1938 dengan belajar secara otodidak.

Salah satu karyanya yang berjudul Pohon Nangka" telah dikoleksi oleh Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno, yang kemudian digantungkan dalam buku seni lukis Indonesia Koleksi Bung Karno pada penerbitan pertama edisi II. Lukisannya yang lain telah menjadi koleksi Adam Malik, Joop Ave, Yakob Utama serta kolektor lainnya.

Selain melukis, dia juga membuat karya-karya patung. Karya-karya patung yang pernah dibuatnya antara lain "Hamengku Buwono IX" dibuat dengan bahan batu gunung, merupakan patung besar yeng berukuran lebih kurang 0,75 x 120 cm, karya tersebut diserahkan kepada Museum Sono Budoyo Yogyakarta.

Sebuah patung kecil Potret Diri' Direktorat Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian ditempatkan pada Museum seni rupa Fatahillah Jakarta.

Pernikahannya dengan Ratna Suri membuahkan dua anak lelaki yakni Bodas Erlangga (tinggal di Bandung) dan Karang Sasangka (menetap di Klaten) yang keduanya juga menekuni seni lukis.

Kini setelah berkarya selama 26 tahun, Karang Sasangka yang masa kecilnya memiliki kegemaran menggambar wayang kulit itu sepertinya ingin meneguhkan jalan kreatifitasnya sekaligus konsistensinya.

Bisa jadi sikapnya untuk menjaga konsistensi dalam melukis itu sebagai wujud keprihatinan terhadap sikap beberapa pelukis yang begitu mudah berubah teknis maupun obyek hanya sekedar untuk mengikuti arus pasar. Dan Jejak Estetika merupakan manifestiasi jejak konsistensi yang seniman.

Oleh Rz Subagyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016