Memang benar bahwa dengan diberlakukannya SVLK secara penuh, berarti sertifikasi diwajibkan juga di hilir dan hulu,"
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akhirnya memberlakukan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) secara penuh baik untuk produk hulu dan produk hilir, yang artinya setiap ekspor produk industri kehutanan wajib memiliki Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK).

"Memang benar bahwa dengan diberlakukannya SVLK secara penuh, berarti sertifikasi diwajibkan juga di hilir dan hulu," kata Menteri Perdagangan Thomas Lembong, kepada Antara di Jakarta, Kamis.

Thomas mengatakan, sebelumnya, pihaknya telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, di mana produk industri kehutanan kelompok B tersebut terdiri dari 15 Nomor Pos Tarif (HS) tidak diwajibkan untuk menyertakan S-LK.

Dalam aturan yang ditetapkan pada 19 Oktober 2015 tersebut, produk industri kehutanan yang termasuk dalam kelompok B di antaranya adalah, perabotan kayu, perkakas, dan juga bingkai kayu.

Dokumen V-legal adalah dokumen yang menyatakan bahwa produk kayu memenuhi standar verifikasi legalitas kayu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

"Jadi, permendag kami yang sebelumnya sudah kami revisi agar implementasi SVLK ini sesuai diplomasi total yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dengan pemerintah Uni Eropa termasuk verifikasi dua kali yaitu di hulu dan hilir," ujar Thomas.

Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25/M-DAG/PER/4/2016 tentang Perubahan atas Permendag 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, pada 15 April 2016.

Kebijakan tersebut merupakan respon pemerintah terhadap dinamika perdagangan kayu dunia yang menuntut produk bersertifikat legal dan berasal dari hutan yang dikelola secara lestari.

Dengan terbitnya peraturan tersebut, maka SL-K atau Dokumen V-Legal kini bersifat mandatori atau wajib untuk para pelaku usaha dari hulu hingga hilir jika para pengusaha akan melakukan ekspor.

Dokumen V-Legal merupakan bagian dari SVLK yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk kayu yang diekspor memenuhi persyaratan legalitas dan kelestarian. Dalam Permendag 25/2016 tersebut, mewajibkan ekspor produk furnitur dan kerajinan kayu dilengkapi dengan Dokumen V-Legal.

Sementara itu, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Nurlaila Nur Muhammad menyatakan bahwa dengan kewajiban untuk mengantongi Dokumen V-Legal tersebut, maka semua produk ekspor Indonesia adalah berasal dari kayu yang legal.

Nurlaila menambahkan, Permendag 25/2016 tersebut sudah diterbitkan sejak 15 April 2016. Saat ini, aturan tersebut masih menunggu dari pihak Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan dan akan mulai berlaku 30 hari setelah diundangkan.

Setelah Indonesia menyatakan pemberlakuan SVLK secara penuh dalam upaya untuk memenuhi skema lisensi "Forest Law Enforcement, Governance and Trade" (FLEGT), diharapkan pihak Uni Eropa bisa segera menerapkan secara penuh skema tersebut agar produk kayu Indonesia bisa segera masuk ke Benua Biru tersebut.

Saat ini, sekitar 93 persen pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) furnitur dan kerajinan kayu telah memiliki S-LK. Untuk itu pemerintah akan terus melanjutkan pemberian pendampingan dan dukungan bagi IKM untuk mendapatkan S-LK.

Produk industri kehutanan merupakan salah satu produk unggulan ekspor nasional yang memberikan kontribusi dengan tren yang terus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir sebesar dua persen.

Nilai ekspor untuk produk tersebut tercatat sebesar 10,6 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun 2015 atau mencapai delapan persen dari total ekspor nonmigas Indonesia.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016