Surabaya (ANTARA News) - Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Kamis, meluncurkan dua kapal untuk kepentingan wisata di Kalimas, Surabaya. Dua kapal yang didanai Program Riset TPSDP (Technological and Professional Skills Development Project) itu diujicoba Ir Wiwik Dwi Pratiwi MT selaku pembuat di "Danau Delapan" di lingkungan kampus ITS Surabaya. "Keduanya mempunyai spesifikasi berbeda, misalnya, bagian lambungnya dibuat dari bahan ferosemen dengan menggunakan campuran mortar semen, serat polipropilen, dan fly ash," ujarnya. Menurut dia, pilihan menggunakan ferosemen sebagai aplikasi material lambung kapal memang sudah lama dikenal, tapi kurang berkembang, karena ada anggapan di masyarakat Indonesia bahwa batu yang dijadikan kapal atau perahu akan sulit terapung. "Atas alasan dan penilaian masyarakat itulah, kami tidak mempersiapkan hasil rancangan kapal untuk diperkenalkan kepada para nelayan, tapi lebih untuk kepentingan kapal wisata," tegas dosen kelahiran Grobogan pada 25 November 1966 itu. Ia menjelaskan harga kapal cukup murah dibanding kapal yang berbahan kayu atau fiber. "Biaya membuat kapal berukuran 3,92 x 1,41 meter yang berkapasitas empat penumpang itu hanya Rp2 juta dan waktu membuatnya juga hanya satu bulan," katanya. Jika dibandingkan dengan kapal berbahan fiber dan kayu, katanya, kapal berbahan ferosemen memang jauh lebih murah, bahkan sepanjang kapalnya juga kedap air, sehingga perawatan dan penggunaannya juga lebih lama. "Dibandingkan kapal fiber, kapal ferosemen itu hemat sampai 50 persen (lebih murah), sedangkan jika dibanding dengan kapal kayu mencapai 30 persen lebih murah. Belum lagi jika kita berpikir untuk mendapatkan kayu saat ini sangat sulit," ucapnya. Ibu empat anak itu menjelaskan hasil dari berbagai uji, diantaranya uji tarik dan modulus runtuh, cukup kuat dan aman untuk kapal yang digunakan pada perairan tenang seperti Kalimas. "Memang masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki dalam membuat kapal berbahan ferosemen, terutama pada komposisi campuran antara mortar semen, serat polipropilen, dan fly ash," ungkapnya. Dwi yang merancang kapal itu bersama dua mahasiswanya, yakni Arif Widyatmoko dan Ratna Veronika, mengakui kesulitan yang dihadapi adalah tidak segera menyatunya serat polipropilen dengan semen dan fly ash. "Serat yang menyatu dalam pembuatan kapal itu hanya 1,5 persen, padahal jika prosentase lebih besar lagi, maka kapal itu akan makin kuat dan juga kedap air. Artinya, punya umur yang makin panjang untuk digunakan," tuturnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007