Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan instrumen keuangan syariah bisa bermanfaat dan berperan lebih besar untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) pada 2030.

"Keuangan syariah memiliki tantangan untuk berperan lebih banyak dalam mendukung SDGs yang bertujuan mengentaskan kemiskinan, memerangi kesenjangan dan ketidakadilan serta perubahan iklim pada 2030," kata Bambang dalam salah satu rangkaian acara Sidang Tahunan Bank Pembangunan Islam ke 41 di Jakarta, Senin.

Bambang mengatakan banyak aspek dalam SDGs yang sejalan dengan prinsip keuangan syariah seperti masyarakat inklusif, kesetaraan, kerja sama dan persamaan bagi semua, sehingga masalah mendasar dalam pembangunan bisa teratasi dengan keuangan syariah.

Untuk itu, kata dia, pemanfaatan instrumen keuangan syariah yang diiringi dengan instrumen tradisional seperti zakat, sadakah, dan wakaf, yang selama ini telah berperan besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat kurang mampu, harus lebih didorong dan diupayakan.

"Contohnya dalam pemanfaatan tanah wakaf, di Indonesia saat ini ada tanah wakaf seluas 1.400 km persegi senilai 60 miliar dolar AS yang masih idle. Jika aset tanah yang besar ini bisa dimanfaatkan sepenuhnya, maka bisa berdampak besar terahdap kesejahteraan masyarakat," tutur Bambang.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan tantangan dalam mewujudkan sasaran dalam SDGs sangat besar, karena masih ada sekitar satu miliar orang di dunia yang hidup dalam garis kemiskinan.

Oleh karena itu, tambah dia, mencari model pembiayaan yang tepat harus dilakukan agar implementasi SDGS dapat lebih optimal dan bermanfaat bagi masyarakat kecil, termasuk menggunakan skema keuangan syariah.

Namun, Agus mengakui porsi keuangan syariah dalam sistem pembiayaan global masih terbatas, meskipun industri keuangan syariah tumbuh dari 1 triliun dolar AS pada 2009 menjadi 2 triliun dolar AS pada 2014.

"Untuk itu, butuh strategi untuk mendukung keuangan syariah secara global dan nasional, karena ada tiga tantangan utama untuk diatasi, yaitu kurangnya inovasi produk, kurangnya ahli keuangan syariah dan kurangnya komitmen kuat yang sesuai dengan standar internasional," ujarnya.

Menurut Agus, Bank Indonesia telah berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dan membuat cetak biru keuangan syariah melalui pembentukan lima pilar strategis.

Lima pilar tersebut antara lain pengembangan produk dan pasar keuangan syariah, pengembangan sumber daya manusia, memperkuat kerangka kerja, pembiayaan untuk sektor riil dan UMKM serta mempromosikan struktur industri yang lebih efisien dan partisipasi dalam keuangan syariah global.

"Keuangan syariah memiliki peran untuk mewujudkan agenda SDGs, kami percaya upaya yang telah dilakukan akan menjadi warisan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan agar tercipta kesejahteraan dalam ekonomi," tambahnya.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016