"Berdiri di atas kebenaran, memihak masyarakat"
Batam (ANTARA News) - Dewan Pers menyesalkan sikap media massa yang cenderung menjadikan kasus anak sebagai komoditas tontonan atau bacaan menarik, serta provokatif dalam pemberitaan.

"Yang terjadi sekarang ini, kasus anak menjadi komoditas, sangat provokatif," kata Anggota Dewan Pers, Anthonius Jimmy Silalahi dalam Pelatihan Liputan Khusus Anak di Batam, Kepulauan Riau, Senin.

Menurut dia, sejumlah media mengemas pemberitaan yang melibatkan anak tanpa memperhatikan kode etik, sehingga melanggar hak anak, dan merugikan anak, serta keluarga mereka.

Ia mencatat, beberapa keluarga sampai dikucilkan dan diusir dari tempat tinggal mereka akibat pemberitaan terkait anak yang berlebihan.

Dalam meliput kasus anak, ia mengingatkan agar media tetap berada di luar lingkaran, agar dapat melihat dengan jelas, kaitan satu dan lainnya.

"Bagaimana membuat berita dalam perspektif edukatif, bukan provokatif," katanya mengingatkan.

Insan pers diminta untuk turut mempertimbangkan masa depan anak, apa saja faktor dan kemungkinan yang akan terjadi di masa depan, akibat pemberitaan itu.

Jurnalis harus lebih selektif untuk membuka informasi yang berhubungan dengan anak.

Anak yang berusia di bawah 18 tahun tidak boleh diwawancara untuk sesuatu yang di luar kapasitasnya, meskipun itu dialaminya.

"Berdiri di atas kebenaran, memihak masyarakat," kata dia.

Terkait dengan kejahatan seksual yang ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa, ia mengatakan harus didukung oleh kerja Jurnalis yang extra ordinary juga dalam menerapkan kode etik.

Di tempat yang sama, Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Erlinda menyatakan wartawan adalah malaikat bagi pengungkapan kejahatan seksual terhadap anak.

Tanpa wartawan, ia yakin ada banyak kasus anak yang tidak terungkap.

Jurnalis juga berperan serta dalam menyosialisasikan pentingnya upaya bersama memerang kejahatan seksual terhadap anak. 

Pewarta: Jannatun Naim
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2016