Kami mendapat pemberitahuan dari Balai Litbang Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) untuk pengambilan sampel pada 1-4 Juni. Tapi jadwal itu bersifat tentatif,"
Tulungagung (ANTARA News) - Kementerian Kesehatan kembali menerjunkan sejumlah peneliti untuk mengambil sampel kotoran dan darah babi di sejumlah sentra peternakan babi di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, demi mengantisipasi merebaknya virus "japanese encephalitis" yang bisa menular pada manusia.

"Kami mendapat pemberitahuan dari Balai Litbang Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Kemenkes untuk pengambilan sampel pada 1-4 Juni. Tapi jadwal itu bersifat tentatif," kata Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung Mulyanto di Tulungagung, Senin.

Menurut Mulyanto, kegiatan itu rutin dilakukan Balai Litbang P2B2 Banjarnegara bekerjasama dengan pusat studi kesehatan ternak UGM untuk mengantisipasi risiko penyebaran penyakit dari binatang ternak yang dikonsumsi manusia.

Hasil pengambilan sampel selanjutnya akan diteliti di laboratorium kesehatan hewan milik Balai Litbang P2B2 Banjarnegara maupun di laboratorium peternakan UGM guna menjadi bahan evaluasi pemerintah daerah setempat.

"Secara kami tidak memiliki kewenangan langsung untuk menjelaskan masalah tersebut karena yang punya kegiatan adalah Balai Litbang P2B2. Disnak hanya akan terlibat jika memang diajak serta oleh tim peneliti dari sana," kata Mulyanto.

Namun, dia mengingatkan bahwa penelitian dan pengambilan sampel kotoran, darah maupun daging babi di lima sentra peternakan babi di wilayah Ngunut dan Kalidawir itu bersifat tertutup bagi media (wartawan) ataupun pihak lain di luar petugas/tim peneliti dengan alasan "biosecurity".

"Selain itu kami juga tidak memiliki kewenangan untuk mengizinkan atau membolehkan karena pada akhirnya semua bergantung dari perusahaan pemilik peternakan apakah membolehkan atau tidak," ujarnya.

Sebelumnya, pada akhir April 2016 tim peneliti dari Balai Litbang P2B2 telah datang ke Tulungagung.

Informasi dari sumber internal menyebutkan, mereka awalnya mengagendakan sosialisasi serta pengambilan sampel darah babi dalam satu rangkaian kegiatan selama beberapa hari di Tulungagung.

Namun karena penelitian sampel darah babi untuk meneliti dugaan merebaknya virus JE menimbulkan resistensi dari peternak babi yang mengkhawatirkan dampak ekonomi, pengambilan sampel ditunda dan hanya fokus pada sosialisasi.

Saat ini, data di Dinas Peternakan Tulungagung tercatat ada 32 sentra peternakan babi yang beroperasi di sejumlah wilayah Tulungagung, antara lain, di Kecamatan Ngantru, Ngunut, Kedungwaru dan Sumbergempol.

Populasi total ternak babi di Tulungagung saat ini diperkirakan mencapai 10 ribu ekor lebih dari sebelumnya tercatat hanya sekitar 2 ribu ekor pada 2014.

Kasi Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Tulungagung Didik Eka menjelaskan, penularan virus JE tidak bisa secara langsung dari babi ke manusia, namun harus melalui vektor (penular), yakni nyamuk "culex" atau biasa dikenal nyamuk yang berasal dari selokan (got).

Sedangkan untuk reservoir atau sumber infeksi, kata dia, secara ilmiah diidentifikasi berasal dari hewan babi.

Didik mengatakan, penelitian tersebut sebagai kajian ilmiah untuk mengetahui apakah ada hewan ternak di Tulungagung yang terjangkit virus JE.

"Untuk saat ini di Tulungagung belum diketemukan adanya virus JE. Semoga tidak ada," ujarnya.

Didik mengatakan, virus JE menyerang langsung pada saraf pusat, sehingga bisa menyebabkan seluruh saraf terganggu dan jika semakin parah akan mengakibatkan kelumpuhan hingga kematian pada penderita.

Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016