Jakarta (ANTARA News) - Lembaga riset energi Indonesian Resources Studies (Iress) meminta Presiden Joko Widodo untuk berbicara langsung tentang rencana penyatuan BUMN di sektor minyak dan gas bumi, yaitu PT Perusahaan Gas Negara (PGN) akan dilebur ke dalam PT Pertamina (Persero).

"Presiden Jokowi harus bicara mengenai hal itu, sama seperti Presiden memberikan pernyataan langsung terkait kereta cepat Jakarta-Bandung karena soal migas jauh lebih penting dari itu, menyangkut hajat hidup orang banyak," kata Direktur Eksekutif Iress Marwan Batubara, di Jakarta, Selasa.

Marwan melanjutkan, penyatuan BUMN migas merupakan program nasional yang penting dampaknya bagi ketahanan energi nasional dan sudah sesuai dengan amanat UUD 1945 yang telah diamendemen.

Dirinya mendesak pemerintah untuk terus menyosialisasikan rencana ini kepada pihak-pihak terkait. Jika masih ada pejabat BUMN yang tidak setuju, Marwan mengusulkan agar penolak tersebut diganti.

"Mereka bisa menghambat program ini," ujar dia lagi.

Selain itu, kata Marwan, para anggota legislatif perlu mendapat informasi yang akurat mengenai "holdingisasi" ini.

Menurutnya, walaupun pemerintah menyatakan tidak perlu persetujuan DPR untuk membentuk perusahaan holding, DPR tetap memegang peranan penting terlaksana rencana tersebut.

Karena itu, pemerintah diminta untuk memberikan konsep dan peta jalan yang benar agar tercipta sinergi antara pemerintah dan para legislator di Senayan.

"Menurut kami, memang harus ada satu perusahaan BUMN yang memegang monopoli alamiah migas yang dijamin oleh konstitusi. Tidak masalah jika negara atau perusahaan asing ribut, ini kan negara kita dan kewajiban kita adalah menegakkan konstitusi," ujar Marwan.

Menurut Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, melebur PGN ke dalam perusahaan yang dipimpinnya akan semakin memperkuat usaha dalam menciptakan ketahanan energi.

Dwi pun menegaskan tidak akan ada pemutusan hubungan kerja jika "holdingisasi" terjadi.

"Pertamina tidak akan melakukan PHK. Namun sebaliknya justru membutuhkan tenaga-tenaga baru. Untuk kilang-kilang tambahan saja setidaknya kami membutuhkan 10.000 tenaga kerja dalam beberapa tahun ke depan," ujarnya lagi.

Terkait holdingisasi, pemerintah akan mengalihkan seluruh saham negara di PT PGN (Persero) Tbk ke PT Pertamina (Persero) dalam rencana pembentukan perusahaan induk (holding) BUMN sektor energi.

Berdasarkan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke Pertamina yang diperoleh di Jakarta, Selasa (31/5), negara akan menambah penyertaan modal ke Pertamina.

Penambahan penyertaan modal negara ke Pertamina itu melalui pengalihan seluruh saham Seri B milik negara pada PGN.

Dengan skenario yang disebut holding energi tersebut, Pertamina akan memiliki saham PGN.

Bagian lain RPP yang tinggal menunggu ditandatangani Presiden Joko Widodo menyebutkan pula bahwa penambahan penyertaan modal negara akan mengakibatkan status PGN berubah menjadi perseroan terbatas dan tidak lagi menjadi BUMN.

Pada saat PP berlaku, PP Nomor 37 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Gas Negara menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016